Ketua Umum Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) Joko Supriyono mengatakan pada tahun 2015 lalu harga CPO turun secara signifikan. Bahkan turun hingga posisi terendahnya dalam 6 tahun terkahir.
Rata-rata harga CPO pada tahun 2015 US$ 630 per ton (CIF Roterdam). Sementara itu, sejak Januari- Oktober 2016 harga CPO naik menjadi US$ 660 per ton. Kenaikan ini dipengaruhi adanya la nina atau musim hujan panjang di Indonesia.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ia menyebut produksi sawit pada tahun 2016 ini hanya mencapai 30-31,9 juta ton yang artinya turun sebanyak 15%-20% dari tahun lalu. Ia memperdiksi pada tahun 2016 ini produksi sawit hanya mencapai 30 juta ton.
"Efek el nino, produksi pada tahun 2016 ini turun, ini pertama kali terjadi penurunan produksi dalam 20 tahun terakhir. Diperkirakan sekitar 15-20% turunnya produksi kelapa sawit. Indonesia hanya mencapai 30-31,9 juta ton di tahun 2016," kata Joko.
Semetara itu ekspor CPO dan produk turunan lainnya diperkirakan 22,5 juta ton atau turun sebanyak 15% dibandingkan tahun lalu. Meski begitu, dibandingkan tahun 2015 pengusaha optimistis dapat memiliki prospek yang bagus.
"Dibanding tahun lalu, kami tetap optimistis industri ini punya prospek yang bagus dan masa depan yang cerah khususnya pada jangka menengah dan jangka panjang," ujar Joko.
Ia mengatakan diperkirakan demand CPO akan meningkat sejalan dengan pertumbuhan populasi penduduk dan naiknya pendapatan per kapita. Diperkirakan jumlah masyarakat yang menggunakan CPO untuk biodiesel juga akan meningkat.
"Diperkirakan populasi dunia akan mencapai 8 miliar pada 2025, ada tambahan dari 50 juta minyak nabati yang dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan populasi. Itu berarti setiap tahun produksi minyak nabati akan meningkat 5 juta ton jika kita tidak mau harga CPO meningkat tajam," ujar Joko. (dna/dna)