Nasib Industri Tekstil RI: Sudah Dianaktirikan Pemerintah, Impornya Juga Banyak

Nasib Industri Tekstil RI: Sudah Dianaktirikan Pemerintah, Impornya Juga Banyak

Muhammad Idris - detikFinance
Rabu, 07 Des 2016 10:14 WIB
Foto: Michael Agustinus
Jakarta - Nilai ekspor Tekstil dan Produk Tekstil (TPT) Indonesia kalah jauh dibandingkan dengan Vietnam dan Bangladesh. Banyak sebab daya saing TPT Indonesia kalah dibanding kedua negara tersebut, seperti mahalnya upah tenaga kerja, energi, serta tarif pajak.

Ketua Umum Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API), Ade Sudrajat Usman, mengungkapkan selama puluhan tahun industri tekstil seolah dianaktirikan. Padahal, tekstil merupakan sektor padat karya yang menyerap banyak tenaga kerja.

"Dulu-dulu pemerintah terlena karena mengandalkan komoditas yang harganya lagi bagus. Industri tekstil nggak dilirik, kita bukan industri prioritas dibanding komoditas, padahal kita padat karya," jelas Ade kepada detikFinance, Rabu (7/12/2016).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Saat sekarang pun pemerintah belum menaruh banyak perhatian pada industri tekstil. Diskon harga gas dari pemerintah tidak berlaku untuk sektor tekstil, begitu pun diskon listrik seperti yang dijanjikan pemerintah dalam paket kebijakan ekonomi jilid III.

"Tekstil kan nggak masuk industri yang dapat insentif gas murah. Diskon listrik juga nggak jalan karena banyak syaratnya. Karena gasnya mahal, listriknya jadi ikutan mahal," ucap Ade.

Tak berhenti di situ, lanjut Ade, pelaku usaha tekstil dalam negeri juga cukup kepayahan bersaing dengan TPT impor yang membanjiri pasar domestik, termasuk impor TPT ilegal.

"Sudah kita tidak efisien, impornya yang masuk juga banyak. Masyarakat di Indonesia pengetahuan tentang produk tekstil impor, mau KW (kualitas) 1, mau KW 2, mau KW 3 semuanya dibeli, nggak peduli itu dalam negeri atau impor. Jangankan KW, baju bekas saja laris dibeli," tandas Ade. (wdl/wdl)

Hide Ads