Ketua Umum Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API), Ade Sudrajat Usman, mengungkapkan selama puluhan tahun industri tekstil seolah dianaktirikan. Padahal, tekstil merupakan sektor padat karya yang menyerap banyak tenaga kerja.
"Dulu-dulu pemerintah terlena karena mengandalkan komoditas yang harganya lagi bagus. Industri tekstil nggak dilirik, kita bukan industri prioritas dibanding komoditas, padahal kita padat karya," jelas Ade kepada detikFinance, Rabu (7/12/2016).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Tekstil kan nggak masuk industri yang dapat insentif gas murah. Diskon listrik juga nggak jalan karena banyak syaratnya. Karena gasnya mahal, listriknya jadi ikutan mahal," ucap Ade.
Tak berhenti di situ, lanjut Ade, pelaku usaha tekstil dalam negeri juga cukup kepayahan bersaing dengan TPT impor yang membanjiri pasar domestik, termasuk impor TPT ilegal.
"Sudah kita tidak efisien, impornya yang masuk juga banyak. Masyarakat di Indonesia pengetahuan tentang produk tekstil impor, mau KW (kualitas) 1, mau KW 2, mau KW 3 semuanya dibeli, nggak peduli itu dalam negeri atau impor. Jangankan KW, baju bekas saja laris dibeli," tandas Ade. (wdl/wdl)