Kepala BPS Suhariyanto mengatakan, pergeseran kebiasaan belanja ini hanya terjadi di kelas menengah ke atas dan dipastikan tidak memiliki dampak terhadap daya beli.
"Online menyentuh rumah tangga menengah ke atas. Tapi saya yakinkan, produk yang dijual tetap sama jumlahnya, shifting ada, tapi tidak pengaruh ke daya beli," kata Suhariyanto dalam acara Forum Merdeka Barat di Kementerian Komunikasi dan Informatika, Jakarta, Sabtu (12/8/2017).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Di lapisan bawah, kata Suhariyanto, upah buruh bangunan dan tani mengalami penurunan yang terindikasi dari melambatnya pertumbuhan industri di Indonesia. Sedangkan di kelas menengah ke atas lebih memilih belanja online dan mengalihkan sebagian belanjanya sebagai tabungan.
"Kelompok menengah transaksi debit tumbuh 20%, di sisi lain persentase pendapatan yang ditabung itu meningkat. Artinya, kelas menengah ke atas menahan belanja, sebagai konsumen tentu punya pertimbangan sendiri," papar dia.
Pria yang akrab disapa Kecuk ini menyebutkan, dari survei yang dilakukan BPS terhadap 10.500 rumah tangga, setidaknya 15% rumah tangga pernah berbelanja online. Penetrasi produknya yang paling banyak adalah jam tangan, tas, alat komunikasi, pakaian, barang rekreasi.
"Jadi ini bukti spending masyarakat tetap kuat di sana. Tidak ada indikasi bahwa daya beli turun meskipun kita perlu memilah per lapisan, angka konsumsi rumah tangga meng-cover the whole population," tutup dia. (mca/mca)