Mereka adalah Mushab Nursantio, Musyaroh, Anik Haryanti, dan Mohammad Ifdhol, yang tergabung dalam Biteback Team, mahasiswa Jurusan Teknologi Industri Pertanian angkatan 2013.
Mengusung karya 'Biteback, Insect Mineral Oil', keempat mahasiswa itu, finalis Thought For Food Challenge (TFF) 2016 di Swiss.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Biteback kami buat sebagai pengganti palm oil (minyak sawit) sekaligus berfungsi untuk mengatasi anemia dan kekurangan zat besi," katanya saat dihubungi detikFinance, Selasa (17/10/2017).
Sementara Biteback, kata dia, merupakan hasil olahan larva serangga. Serangga yang relatif lebih murah dan mudah didapat dibanding kelapa sawit ternyata juga mempunyai kandungan nutrisi yang lebih tinggi.
Berdasarkan penelitian, diketahui bahwa larva serangga kaya akan zat besi, Omega-3, dan Omega-6, yang mendasari pembuatan Biteback.
"Serangga yang kami pilih berjenis kumbang mealworm. Serangga ini memiliki daur hidup yang cukup cepat. Proses budidaya serangga ini juga tidak membutuhkan biaya mahal, relatif mudah dan tidak membutuhkan waktu lama, hanya sekitar tiga puluh hari,".
"Dalam masa tiga puluh hari tersebut, larvanya sudah bisa dipergunakan untuk menghasilkan minyak dimana 31 ton larva dapat menghasilkan 21 persen minyak goreng siap pakai. Minyak goreng yang kami hasilkan berjenis tak jenuh yang lebih baik bagi kesehatan," beber Mushab.
Mushab mengaku prosesnya sangat sederhana, ulat (larva serangga) sudah siap dipanen, dikeringkan terlebih dahulu yang kemudian dikeringkan dalam bentuk pasta atau taste.
"Kayak bubur begitu, yang sudah mulai diekstrak pakai mesin. Baru minyak mentahnya bisa diolah, pemurnian secara garis besar hampir sama dengan pola pada umumnya. Bisa menjadi minyak goreng, mentega, bahan baku kosmetik dan lain-lain," terang Mushab.
Dikatakan, memilih ulat Jerman dikembangkan kumbang mealworm atau larva kumbang hitam telah banyak dikembangbiakkan di Indonesia. Namun, pemanfaatannya masih skala kecil skala rumahan dan terbatas untuk pakan hewan.
![]() |
Dia memulai untuk meneliti sejak 2015, baru di pertengahan 2016 lalu, mencoba untuk mengembangkan jumlah produksinya.
"Kami sebenarnya tim ada dua orang, bersama rekan saya, M Ifdhol, yang nanti satu dua tahun ke depan akan terus meneliti namun dengan skala besar. Begitu juga dengan paten masih dalam proses pengesahan," katanya.
"Melalui pilot plan ini, kita sudah bekerja sama dengan beberapa perusahaan untuk kolaborasi sebagai calon, bagaimana mereka cocok dengan kebutuhan bahan bakunya. Kita jualnya sebagai bahan baku industri," bebernya. (ang/ang)