Namun Menteri Perindustrian, Airlangga Hartarto, menepis rontoknya toko-toko ritel itu lantaran daya beli masyarakat yang melemah. Hal ini diungkapkannya setelah melakukan kunjungan ke daerah, dan menemukan fakta melajunya pertumbuhan penjualan ritel erat kaitannya dengan penyesuaiannya pada kebutuhan masyarakat saat ini.
Meski tak merinci penyesuaian apa yang harus dilakukan, tapi dia bilang pengusaha ritel saat ini harus bisa mengkombinasikan produk yang dijualnya dengan kondisi pasar agar bisa bersaing dengan ritel lainnya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Airlangga menepis rontoknya gerai-gerai ritel tersebut lantaran ada perubahan gaya berbelanja konsumen ke toko online. Termasuk adanya oversuplai pada jumlah mal atau gerai ritel di masyarakat.
"Enggak semua karena e-Commerce. Karena barang yang dijual di e-Commerce rata-rata di bawah Rp 1 juta. Sedangkan barang-barang di mal kan agak lebih kecil," ucapnya singkat.
Hal ini diamini oleh Direktur PT Indofood Sukses Makmur Tbk (INDF) sekaligus Ketua Asosiasi Emiten Indonesia (AEI), Franciscus Welirang. Dia bilang, target konsumen yang tidak jelas pada satu pusat perbelanjaan membuat ritel-ritel yang tak bisa membaca kondisi pasar akan otomatis berguguran.
"Ada mal yang tidak jelas, upper market atau lower market. Contoh soal di Melawai, Malnya itu kan tengah-tengah yang enggak jelas antara upper sama lower. Kalau dia lower, ya lower saja, upper ya upper saja," tuturnya.
"Jadi marketnya define. Itu ada hal-hal yang sebetulnya ada perubahan pasar. Jadi para pengusaha itu tadi dikatakan, seharusnya memperhatikan segmen-segmennya dan memastikan segmennya," tukas pria yang akrab disapa Franky. (eds/wdl)