Kena Kampanye Hitam, Sawit Bisa Diolah Jadi Kosmetik sampai Bioavtur

Kena Kampanye Hitam, Sawit Bisa Diolah Jadi Kosmetik sampai Bioavtur

Selfie Miftahul Jannah - detikFinance
Selasa, 21 Agu 2018 16:55 WIB
Foto: dok. GAPKI
Jakarta - Guru Besar Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Padjajaran (Unpad) yang juga Peneliti Lembaga Pengkajian, Penelitian, dan Pengembangan Ekonomi (LP3E) Kadin Indonesia Ina Primiana mengungkapkan strategi ampuh untuk memperluas pasar sawit dunia melalui bahan olahan sawit yang bisa digunakan untuk berbagai produk, strategi ini dianggap merupakan jalan keluar dari adanya pelarangan impor sawit Indonesia ke beberapa negara barat dan Eropa oleh Uni Eropa.

"Ini merupakan strategi dari dilarangnya sawit RI masuk ke pasar Uni Eropa, kalau industri hilir yang bertugas untuk mengolah sawit di dalam negeri bisa mengirimkan produk olahan sawit dalam bentuk yang berbeda untuk di ekspor keluar," kata dia dalam forum diskusi mewakili tim peneliti dari Kementerian Perindustrian, di Gedung Garuda Kementerian Perindustian, Jakarta Selatan, Selasa (21/8/2018).

Ia menjelaskan, jika dibandingkan harga CPO yang bisa dijual mentah hanya seharga US$ 800- 1.000/ton atau setara 14.500.000. Namun, jika minyak sawit diolah untuk kebutuhan produksi minyak goreng, harganya akan bertambah menjadi US$ 1.000-1.400/ton atau setara Rp 20.300.000.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT



Sementara itu minyak yang diolah untuk menjadi gliserin, asam lemak, fatty alcohol, methyl ester, minyak sawit akan memiliki harga US$ 1.400- 2.000 atau setara Rp 29.000.000.

"Kemudian jika minyak sawit diolah untuk kebutuhan surfaktan, sabun logam, lubrikan alami, resin azelat, biopoliol dan asam dimer maka sawit akan memiliki harga US$ 2.000-3.000 atau setara Rp 43.000.000," ujar dia.

Kemudian jika minyak sawit diolah untuk kebutuhan kosmetik, sabun, detergen biodisel, obat-obatan, pelumas, biodisel, pelumas sampai cat maka minyak memiliki nilai US$ 3.000-4.000 atau setara Rp 58.000.000.

Sebagai informasi, Indonesia masih berjuang untuk melawan kebijakan diskriminatif produk sawit dan turunannya masuk ke Eropa. Pihak Eropa sebenarnya sudah memberikan kelonggaran berupa penundaan larangan sawit RI masuk ke Eropa hingga 2030 mendatang. Selain dilarang ada juga hambatan lain yang dilakukan oleh beberapa negara lain yaitu aturan terkait ILUC (indirect land use change).



Pada intinya, ILUC adalah aturan yang mempermasalahkan dampak perubahan penggunaan lahan secara tidak langsung dari industri minyak sawit yang sudah diubah menjadi bahan bakar nabati alias biofuel karena dianggap lebih banyak melepaskan emisi karbon yang berdampak pada pencemaran udara. (dna/dna)

Hide Ads