Menurut Ekonom Senior Faisal Basri industri tekstil memang belakangan ini tidak ada yang memperjuangkan termasuk pemerintah.
"Jokowi memang kurang perhatian pada Industri. Padahal dia industriawan," ujarnya saat berbincang dengan awak media di Markas Detikcom, Jakarta, Kamis (25/7/2019).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Baca juga: Lampu Merah Industri Tekstil Indonesia |
Bahkan menurutnya pemerintah ikut memberikan beban berat bagi pelaku industri tekstil dalam negeri dari hulu hingga hilir.
"Salah satu kendala besar adalah banyak sekali regulasi mulai dari kecil-kecil sampai yang besar-besar," tegas dia.
Faisal mencontohkan, industri tekstil di Bandung dibebani banyak regulasi dengan dalih sebagai salah satu pelaku pencemaran Sungai Citarum. Hal itu membuat Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) mengeluarkan banyak kebijakan sebagai bentuk hukuman.
Regulasi yang dimaksud adalah peningkatan ambang batas kadar limbah yang bisa dilepas industri tekstil. Sayangnya, regulasi yang diterapkan dianggap berlebihan lantaran standar yang digunakan jauh lebih tinggi dari rata-rata ambang batas yang diterapkan di negara lain.
"Sehingga standar tekstil untuk limbah jauh lebih tingi dari negara lain. Ada 70 regulasi yang ada di industri tekstil yang membuat mereka (pengusaha tekstil) ngos-ngosan," tambahnya.
Lalu, Pemerintah Provinsi Jawa Barat juga memaksa untuk memindahkan pelaku industri tekstil di Jawa Barat ke wilayah dekat Bandara Kertajati. Hal itu demi meramaikan daerah tersebut.
Tak hanya itu, Faisal menilai hadirnya pusat logistik berikat yang didorong oleh pemerintah justru membebani industri tekstil. Sebab tempat itu menjadi pintu baru bagi masuknya produk impor termasuk tekstil.
Yang jadi masalah, PLB yang harusnya jadi pusat bahan baku, malah ikut menjual barang di tingkat eceran ke konsumen. Bahkan, di tempat ini, belanja dua lembar sapu tangan pun dilayani.
"Itu kerjanya pusat logistik berikat, sapu tangan dua lembar pun bisa kita beli di sana. Jadi itu membuat penyelundupan baru. Itu yang membuat industri tekstil nggak kuat menghadapi si impor yang dahsyat luar biasa," terangnya.
Selain itu, industri tekstil juga tengah menghadapi berbagai macam kendala berkat aturan pemerintah.
"Jadi waktu pemerintah menghadapi defisit yang begitu banyak mengenakan PPh bayar dimuka yang 2 kali lebih tinggi. Jad maslah cashflow sendiri," tutupnya.
(das/dna)