Menanggapi hal itu, Direktur Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Heru Pambudi mengatakan, kenaikan ini merupakan kenaikan yang reguler.
"Sebenarnya ini adalah kenaikan yang reguler. Tetapi angka ini sedikit lebih tinggi karena dia hitung-hitungannya adalah kenaikan selama dua tahun," jelas Heru di kantornya, Sabtu (14/9/2019).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Karena tahun ini kita nggak naik, sebenarnya kalau mau displit ya mirip-mirip. Karena ini kan masanya di dua tahun, maka sepertinya lebih tinggi dari kebiasaannya. Tetapi kalau mau dihitung selama dua tahun sebenarnya mirip-mirip," terang Heru.
Faktanya, kata Heru, kenaikan cukai rokok sebesar 23% merupakan lompatan dari tahun 2018 ke tahun 2020.
"Ini digabungkan dengan fakta bahwa tahun ini kita tidak menaikkan tarif. Sehingga hitungannya tentunya adalah kalau gampangnya adalah dua kali atau dua tahun, karena tahun kemarin nggak naik. Sehingga lompatan dari 2018 ke 2020 masuk," jelas dia.
Namun, Ketua Umum GAPPRI Henry Najoan tak setuju dengan hal tersebut. Menurutnya, kenaikan cukai rokok pertimbangannya adalah inflasi dan pertumbuhan ekonomi. Selain itu, angka ideal kenaikannya yakni di level 8%.
"Di Indonesia tarif cukai setiap tahun biasa dinaikkan. Permintaan kami kenaikan tarif cukai mempertimbangkan inflasi dan pertumbuhan ekonomi. Angka ideal itu kisaran 8%," ungkap Henry.
(fdl/fdl)











































