Pengusaha Protes Cukai Rokok, Kemenkeu: Ini Kenaikan Reguler

Pengusaha Protes Cukai Rokok, Kemenkeu: Ini Kenaikan Reguler

Vadhia Lidyana - detikFinance
Sabtu, 14 Sep 2019 18:45 WIB
Dirjen Bea Cukai Heru Pambudi/Foto: Ari Saputra
Jakarta - Kenaikan cukai rokok sebesar 23% mulai awal tahun 2020 menuai protes dari pengusaha atau industri hasil tembakau (IHT) yang tergabung dalam Gabungan Perserikatan Pabrik Rokok Indonesia (GAPPRI). Kenaikan tersebut membuat para pelaku industri cukup kaget.

Menanggapi hal itu, Direktur Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Heru Pambudi mengatakan, kenaikan ini merupakan kenaikan yang reguler.

"Sebenarnya ini adalah kenaikan yang reguler. Tetapi angka ini sedikit lebih tinggi karena dia hitung-hitungannya adalah kenaikan selama dua tahun," jelas Heru di kantornya, Sabtu (14/9/2019).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Menurut Heru, karena cukai rokok tak naik pada tahun 2019 ini, maka wajar saja muncul angka 23%. Ia membeberkan, jika kenaikan cukai rokok terjadi di tahun 2019 lalu berlanjut ke 2020, maka angkanya pun tak jauh beda.

"Karena tahun ini kita nggak naik, sebenarnya kalau mau displit ya mirip-mirip. Karena ini kan masanya di dua tahun, maka sepertinya lebih tinggi dari kebiasaannya. Tetapi kalau mau dihitung selama dua tahun sebenarnya mirip-mirip," terang Heru.


Faktanya, kata Heru, kenaikan cukai rokok sebesar 23% merupakan lompatan dari tahun 2018 ke tahun 2020.

"Ini digabungkan dengan fakta bahwa tahun ini kita tidak menaikkan tarif. Sehingga hitungannya tentunya adalah kalau gampangnya adalah dua kali atau dua tahun, karena tahun kemarin nggak naik. Sehingga lompatan dari 2018 ke 2020 masuk," jelas dia.

Namun, Ketua Umum GAPPRI Henry Najoan tak setuju dengan hal tersebut. Menurutnya, kenaikan cukai rokok pertimbangannya adalah inflasi dan pertumbuhan ekonomi. Selain itu, angka ideal kenaikannya yakni di level 8%.

"Di Indonesia tarif cukai setiap tahun biasa dinaikkan. Permintaan kami kenaikan tarif cukai mempertimbangkan inflasi dan pertumbuhan ekonomi. Angka ideal itu kisaran 8%," ungkap Henry.




(fdl/fdl)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads