"Diperlukan komitmen semua pihak untuk terus menjaga kinerja industri melalui upaya mengendalikan impor. Di tengah semakin kecilnya tarif bea masuk sebagai konsekuensi diberlakukannya kesepakatan FTA, maka NTM akan menjadi andalan sebagai instrumen yang dinilai efektif dalam memproteksi industri dalam negeri," ungkap Wakil Ketua Umum Kadin Bidang Perindustrian, Johnny Darmawan dalam FGD Non-Tariff Measures dalam keterangan resminya (12/10/2019).
Hal ini dianggap penting apalagi menurut Johnny Indonesia punya kerja sama free trade agreement (FTA) dengan sejumlah negara. Ini jadi suatu tuntutan yang sangat krusial dan harus dilakukan agar para pelaku industri manufaktur nasional terlindungi dari persaingan impor.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Baca juga: Terungkap! Ini Pintu Masuk Baju Bekas ke RI |
"Industri dalam negeri harus memiliki instrumen untuk memproteksinya karena banyak negara lain dalam memasuki pasar bebas global, mereka melakukan perlindungan industri dalam negerinya menggunakan dua instrumen seperti tarif dan non tarif, khusus bagi negara maju lebih cenderung membangun Non-Tarif Measures (NTM)," kata Johnny.
Johnny menjelaskan, NTM merupakan kebijakan selain tarif yang berpotensi memiliki dampak ekonomi seperti perubahan harga, kuantitas barang, serta memiliki implikasi terhadap perkembangan ekonomi, khususnya bagi negara yang terintegrasi pada perdagangan global.
Menurutnya, Penggunaan instrumen NTM seperti hambatan perdagangan atau trade remedies yang merupakan kesepakatan dalam WTO Agreement seperti safeguard, anti dumping, quota, countervailing duties dan lain-lain harus semakin diperbanyak.
Kadin mencatat, NTM masih banyak diterapkan di ASEAN untuk menghambat produk impor karena kebijakan tarif dianggap tidak lagi dapat menghambat produk impor. Dari total 5975 measures di ASEAN, 33,2% adalah The Sanitary and Phytosanitary Agreement (SPS); 43,1% technical barriers to trade (TBT) dan 12,8% export measures.
(zlf/fdl)