"Impor itu suatu keterpaksaan. Jika Anda lihat kalau ada impor itu terpaksa," ujar Edhy usai menghadiri rapat koordinasi di kantor Kemenko Perekonomian, Jakarta, Selasa (5/11/2019).
Edhy mengungkapkan, produksi garam dalam negeri dinilainya belum mampu memenuhi kebutuhan industri baik dari kualitas maupun kuantitas.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Selain itu, masih ada jenis garam yang belum diproduksi di RI namun dibutuhkan untuk industri. Misalnya garam dengan kandungan chlor alkali plan yang digunakan untuk bahan baku industri aneka pangan dan industri soda kostik.
"Dan ada di produksi dalam negeri kita yang memang mungkin tidak ada produksi. Misalnya garam yang mengandung chlor alkali plan itu kita belum ada," papar dia.
Baca juga: RI Kebanjiran Stok Garam, Mau Diapakan? |
Ia menuturkan, saat ini memang pihaknya tengah membangun pilot project untuk industri garam chlor alkali plan di Nusa Tenggara Timur (NTT). Namun, dari rencana luas tambak garamnya 400 Hektare baru terealisasi sekitar 4-6 hektare.
"Ada di NTT yg baru 4-6 hektare ini baru pilot project, yang rencananya 400 hektare ini yang akan terus kita dorong," kata Edhy.
Sebagai informasi, pemerintah telah menetapkan kuota impor garam sebanyak 2,7 juta ton hingga akhir tahun 2019. Per Oktober 2019 impor garam industri sudah terealisasi sebanyak 2,2 juta ton.
(dna/dna)