Salah satu sentra pembuatan alat pertanian di Purworejo adalah Desa Suren, Kecamatan Kitoarjo. Di kampung yang sering disebut kampung empu itu, mayoritas penduduknya menggantungkan hidup dari hasil penjualan alat-alat pertanian seperti sabit, cangkul, kapak, pedang, golok dan lain-lain.
Jika para perajin alat pertanian di daerah lain mengeluh lantaran penjualannya menurun akibat import alat pertanian dari China, lain halnya dengan para pandai besi di daerah Suren ini yang mengaku tetap laris manis meski diserbu barang impor.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Alat pertanian buatan tangannya dibuat dari baja asli dengan harga terjangkau dan kualitas terjamin. Sebuah cangkul misalnya, ia jual dengan harga Rp 250.000 - Rp 500.000 sedangkan sabit buatannya dibanderol dengan harga Rp 50.000-Rp 150.000.
Meski tidak berpengaruh pada omzet penjualan, namun para perajin tetap mengkhawatirkan import alat pertanian itu suatu saat bisa berdampak negatif. Para perajin alat pertanian lokal pun berharap agar pemerintah segera bisa menghentikan import alat pertanian tersebut.
"Kalau bisa ya impor (alat pertanian) disetop. Tindakan yang kurang bijak jika harus import alat pertanian, kecuali kalau di sini (Indonesia) tidak ada barangnya, misal buah kurma kan kita nggak ada ya silahkan import," lanjutnya.
Sementara itu, perajin lain Jiman (38) menuturkan bahwa munculnya alat pertanian modern lain juga dikhawatirkan bisa menggusur keberadaan alat pertanian produk lokal. Pihaknya juga harus tetap mengantisipasi agar import alat pertanian tersebut tidak akan berpengaruh pada omset penjualan di daerahnya sampai kapan pun.
"Kami juga khawatir adanya alat pemanen padi yang modern. Kalau biasanya dipanen dengan sabit maka dengan adanya mesin panen ini nanti sabit jadi nggak laku. Kami juga akan antisipasi agar dampak import tetap tidak berpengaruh pada kami, jangan sampai produk lokal tergilas," ucap Jiman.
Hasil karya para empu atau pandai besi di Desa Suren itu tidak hanya dijual di Purworejo dan sekitarnya, namun juga dipasarkan ke luar kota seperti Kebumen, Cilacap, bahkan hingga wilayah Sumatera. Para perajin berharap agar kampung itu tetap bisa bertahan menjadi sentra pembuatan alat pertanian sampai kapan pun dan tetap laris manis terjual
(hns/hns)