Kalau dari sisi penjualan, menurut Bahman dan Hani yang memiliki warung, rokok tetap laku dibeli. Padahal, para pembelinya pun sudah terus-terusan mengeluh kemahalan setiap beli rokok.
"Ngeluh mah ngeluh, beli mah beli orangnya, laku-laku aja kita mah kalau rokok," sebut Hani.
"Tetap habis kok rokok, jualannya laku biar harga naik juga. Perokok mah yang penting bisa ngudud kan," kata Bahman.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kaget juga saya ternyata cukai naik hari ini. Pantesan kok kayaknya beli rokok dari kemarin mahal amat, gawat nih rokok mah penting buat saya, berasa juga sih kalau naik, sehari aja bisa Rp 40 ribuan saya beli rokok sekarang, kalau naik makin berasa," kata Usman saat ditemui detikcom, Jakarta Selatan.
Menurut Usman, dirinya mungkin akan mengakali cara membeli rokok agar tetap bisa 'ngudud'. Dia mengatakan mungkin akan membeli rokok dalam jumlah besar agar lebih murah atau pilihan lain mengganti jenis rokok yang dia konsumsi.
"Saya akalin ya paling, nggak tau bisa apa kagak berhenti. Udah kepalang kecanduan saya. Saya beli se-slop sekalian kali ya biar murah, atau ya relain dah ganti nggak ngerokok Mild, cari yang lebih murah," kata Usman.
Tidak berbeda, Fajrin, seorang kasir di sebuah minimarket mengaku belum berniat untuk berhenti merokok. Ia juga mengakui cukup terbebani dengan kenaikan harga rokok.
"Saya sih emang udah ngurangin, karena kerja juga kan jadi kasir nggak bisa seenaknya keluar buat ngerokok. Sehari saya bisa sebungkus (Gudang Garam) Filter, dulu bisa dua kali beli, tapi kalau ditanya mau berhenti belum kayaknya," ungkap Fajrin.
Fajrin mengatakan mungkin akan mengganti rokoknya kalau memang sudah tidak mampu beli rokok yang biasa dia beli.
"Ganti Samsu (Dji Sam Soe) kali yang murah," kata Fajrin.
(ang/ang)