Petani Tembakau Cemas Harga Rokok Naik

Petani Tembakau Cemas Harga Rokok Naik

Trio Hamdani - detikFinance
Sabtu, 04 Jan 2020 10:16 WIB
Petani Tembakau/Foto: Rachman Haryanto
Jakarta - Pemerintah telah memberlakukan kenaikan tarif cukai hasil tembakau (CHT) atau cukai rokok sebesar 23% dan harga jual eceran (HJE) sebesar 35%. Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 152 Tahun 2019 tentang tarif cukai hasil tembakau, keputusan tersebut mulai berlaku 1 Januari 2020.

Kenaikan tarif cukai rokok terbesar yakni ada pada jenis rokok Sigaret Putih Mesin (SPM) yaitu sebesar 29,96%. Untuk cukai rokok jenis Sigaret Kretek Tangan Filter (SKTF) naik sebesar 25,42%, Sigaret Kretek Mesin (SKM) 23,49%, dan Sigaret Kretek Tangan (SKT) 12,84%.

Kebijakan tersebut dikhawatirkan oleh petani tembakau karena hasil panen mereka terancam tidak terserap optimal oleh produsen imbas penurunan konsumsi rokok.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Berikut informasi selengkapnya >>>

Petani Tembakau Cemas Harga Rokok Naik



Cemasnya Petani Tembakau

Petani tembakau menyatakan kenaikan cukai rokok 23% dan harga jual eceran (HJE) 35% jauh dari yang diharapkan. Pihaknya pada tahun lalu mengusulkan kenaikan cukai rokok 8%.

"(Usulannya) 8% lah. Kan kalau sesuai dengan inflasi kan masih terkejar itu karena kan pendapatan secara umum kan juga akan meningkat karena pertumbuhan," kata Ketua Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI) Soeseno saat dihubungi detikcom, Jumat (3/1/2020).

Oleh karena itu dirinya mengatakan kalau kenaikan cukai rokok pada tahun ini jauh dari yang diharapkan petani tembakau.


Petani khawatir kenaikan cukai yang terlalu tinggi membuat hasil panen tembakau yang dibeli oleh pabrik rokok berkurang. Pasalnya ada kemungkinan produsen rokok mengurangi produksi jika konsumen berkurang imbas harga rokok semakin mahal.

"Paling tidak pabrikan akan menaikkan harga rokok. Kan cukai biasanya dibebankan kepada konsumen ya kan. Kalau konsumennya harganya naik, konsumennya lalu berkurang, produksi berkurang, serapan tembakau ya berkurang," sebutnya.

Namun dia belum bisa memperkirakan sebesar apa penurunan penjualan tembakau imbas kenaikan cukai rokok. Jika berkaca dari kenaikan cukai 10,04% pada 2018, penjualan tembakau berkurang hingga 4 ribu ton, setara dengan 4 miliar batang rokok.



Harga Tembakau Pun Anjlok

Petani khawatir hasil panen tak terserap karena pabrik rokok mengurangi produksi. Alhasil tembakau di level petani pun anjlok sejak akhir tahun lalu.

"(Harga anjlok) di pasar itu kemarin rata-rata 20%. Jadi petani panennya bagus sih, kualitas bagus tapi mereka mengeluh," kata Soeseno.

Penurunan sekitar 20% dihitung dari harga normal di kisaran Rp 50 ribu sampai Rp 60 ribu per kilogram (kg).

"Baru isu saja perdagangan tata niaga tembakau sudah dimainkan pedagang. Ini (katanya) tahun depan (2020) ucapannya begitu, ini tahun depan pabrikan beli sedikit nih petani nanti nggak terbeli, ya sudah harga tergoncang di bawah jatuh," jelasnya.


Dia mengatakan, sebenarnya petani tembakau sudah menyampaikan aspirasi atas rencana kenaikan cukai rokok sejak tahun lalu. Sayangnya pemerintah tetap menaikkannya sebesar 23%.

"Madura demo beberapa kali, di Jember itu harganya nggak bisa naik lagi. Ya sebenarnya itu bukan pada tingkat pabrikan lah. Pada tingkat pedagang. Pedagang kan paling sensitif kalau pakai isu-isu begitu kan. Mereka ngerti, kalau petani mana tahu lah," tambahnya.



Kata Produsen Rokok

Ketua Gabungan Pabrik Rokok (Gapero) Surabaya, Sulami Bahar memperkirakan produksi rokok bakal anjlok hingga 15% karena kenaikan cukai 23% dan harga jual eceran (HJE) 35%. Pasalnya konsumsi rokok bakal berkurang seiring naiknya harga.

"Iya jadi dengan adanya kenaikan tarif cukai 23%, (HJE) 35% itu yang kami khawatir di tahun 2020 ini akan mengalami penurunan produksi sebesar kurang lebih 15%," kata dia saat dihubungi detikcom, Jumat (3/1/2020).

Namun dirinya belum bisa menyebutkan berapa penurunan omzet jika produksi turun 15% seiring turunnya penjualan. Pihaknya belum menghitung hal tersebut.

"Oh kalau segi rupiah aku ndak ini ya karena kan harganya beda-beda ya belum hitung," jelasnya.


Dirinya juga menilai rokok ilegal bakal semakin marak karena kenaikan cukai 23% dan harga jual eceran (HJE) 35%. Pasalnya kebijakan tersebut membuat harga rokok legal semakin mahal sedangkan yang ilegal murah sehingga jadi buruan para 'ahli isap'.

"Yang sangat kami khawatirkan itu akan terjadinya peredaran rokok ilegal yang semakin marak yang selama ini sudah berhasil ditekan sama pemerintah. Nah dengan adanya tarif cukai yang lumayan tinggi sekali kami khawatir itu nanti malah akan menambah maraknya peredaran rokok ilegal," tambahnya.

Hide Ads