Pilu Industri Baja RI, Babak Belur Dihantam Produk China

Pilu Industri Baja RI, Babak Belur Dihantam Produk China

Danang Sugianto - detikFinance
Kamis, 13 Feb 2020 07:00 WIB
Sejak 20 Januari 2019, pemerintah akan mengendalikan pemakaian impor baja. Selama ini industri baja dalam negeri keluhkan gempuran baja dari luar negeri.
Foto: Agung Pambudhy

Jokowi kemarin sudah mengumpulkan para menterinya untuk membahas permasalahan tersebut dalam rapat terbatas. Hasilnya, ada beberapa hal yang diputuskan untuk menjadi pekerjaan rumah yang harus diselesaikan.

"Jadi tadi, sudah diputuskan yang pertama prinsipnya adalah bagaimana kita pemerintah hadir dalam rangka membina dan membantu industri baja nasional. Baik itu industri baja yang dimiliki oleh pemerintah (BUMN) atau industri baja lainnya yang dimiliki oleh swasta," kata Menteri Perindustrian Agus Gumiwang di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Rabu (12/2/2020).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Salah satunya berkaitan dengan impor bahan baku untuk kebutuhan hilirisasi industri baja yang disebutnya semakin lama semakin meningkat.

"Tentu ini merupakan satu pekerjaan rumah yang harus diselesaikan. Tentu, yang harus kita selesaikan bagaimana kita meningkatkan utilisasi. Sekali lagi, utilisasi dari pabrik-pabrik dan industri baja nasional. Agar bisa menutup atau mensuplai kebutuhan bahan baku dari industri hilir baja," ujarnya.

ADVERTISEMENT

Agus mengatakan, selama ini utilisasi pabrik besi dan baja nasional hanya sekitar 50%. Menurutnya hal itu lantaran perusahaan besi dan baja nasional tak bisa bersaing dengan produk impor dari sisi harga. Beberapa juga sulit bersaing lantaran kualitasnya.

Pemerintah pun akan mendorong industri besi dan baja nasional baik BUMN maupun swasta untuk meningkatkan teknologinya. Sebab sebenarnya ada potensi dari pasir besi yang cadangannya cukup besar bahkan di pulau jawa sekalipun. Sayangnya belum ada pabrik besi dan baja nasional yang bisa mengolah itu.

"Jadi perlu adanya political will dari para industri untuk benahi hal-hal yang berkaitan dengan teknologi. Kemudian juga, bagaimana caranya kita men-tackle impor-impor yang membanjiri Indonesia padahal utilisasi dari pabrikan baja di Indonesia masih relatif rendah," ujarnya.

Impor produk besi dan baja sudah menjadi peringkat kedua dari produk impor terbesar yang masuk ke Indonesia setelah produk mesin dan perlengkapan elektrik. Total nilai impor besi dan baja sepanjang 2019 menurut data BPS mencapai US$ 10,39 miliar.

Untuk mengatasi itu, pemerintah akan mendorong kebijakan yang berkaitan dengan BMAD (Bea Masuk Anti Dumping) dan penerapan SNI yang dilakukan dengan benar.

Menurut catatan Agus, sebenarnya industri baja nasional itu bisa menyuplai sampai ke 70% dari kebutuhan dalam negeri. Namun selama ini hanya mampu memasok sekitar 40%.

"Artinya kalau kita bisa meningkatkan utilisasi dan kemudian industri hilir bisa serap industri dalam negeri maka itu akan kurangi ketergantungan kita impor bahan baku atau hilirisasi baja tadi," tutupnya.

Pemerintah pun sepakat beri relaksasi impor besi bekas untuk dorong produksi pabrik besi.


Hide Ads