Skenario Terburuk Dampak Corona ke Bisnis Makanan

Skenario Terburuk Dampak Corona ke Bisnis Makanan

Soraya Novika - detikFinance
Rabu, 20 Mei 2020 20:00 WIB
Kedai kopi, tempat makan, franchise kudapan hingga minimarket di Bandara Soekarno-Hatta tutup total sebagai antisipasi penyebaran COVID-19.
Foto: Ari Saputra: Wajah muram bisnis makanan
Jakarta -

Industri makanan dan minuman Indonesia akan menghadapi tantangan berat dari dampak penyebaran virus Corona (COVID-19). Meski saat ini industri tersebut termasuk dalam salah satu sektor yang masih terus berjalan atau berproduksi, namun Ketua Umum Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman (Gapmmi) Adhi S. Lukman mengungkapkan ada skenario terburuk atas pertumbuhan industri tahun ini.

Menurut Adhi, dari tahun ke tahun pertumbuhan industri makanan dan minuman tumbuh lebih dari 7&. Sayangnya, di tahun 2020 ini ia yakin akan jauh berbeda. Ia pun mematok pertumbuhan industri makanan dan minuman hanya mentok di level 4-5%.

"Di kuartal I-2020 kita hanya tumbuh 3,94%. Nah perkiraan kami pertumbuhan 2020 kemungkinan hanya 4-5%. Di mana awalnya pada Februari kita masih optimis 8-9%. Tapi itu harus kita tinggalkan, kita akan masuk ke dalam pertumbuhan yang rendah," ungkap Adhi dalam diskusi online MarkPlus Industry Roundtable, Selasa (19/5/2020).

Tak perlu heran, skenario itu ia beberkan melihat penurunan konsumsi rumah tangga Indonesia yang sangat drastis yakni 2,84% pada kuartal I-2020 dibandingkan tahun 2019 (year on year). Padahal, biasanya pertumbuhan konsumsi rumah tangga tembus sampai 5%.


"Situasi sangat mendadak, dan kali ini dengan COVID-19 ini konsumsi rumah tangga itu pertumbuhannya turun sekali, biasanya 5%, dan di kuartal I-2020 ini hanya 2,84%. Dan konsumsi rumah tangga itu dikontribusi oleh food and beverage dan health care itu sangat signifikan 44%," papar dia.

Selain itu, beberapa pemain di industri makanan dan minuman yang tergabung dalam Gapmmi biasanya mengandalkan bulan Ramadhan dan Lebaran sebagai penopang pendapatan perusahaan dalam 1 tahun. Lagi-lagi, ia mengatakan realisasinya di 2020 ini akan jauh berbeda..

"Kita kelihatan no festive hari ini. Saya sudah cek kemarin, hampir tidak ada order untuk festive puasa dan Lebaran. Padahal banyak industri makanan dan minuman yang mengandalkan festive sebagai pendapatan setahun untuk menutupi kebutuhan biaya-biaya satu tahun dalam industri makanan dan minuman," jelas Adhi.

Sebut saja produsen sirop dan biskuit yang sangat mengandalkan momen bulan Ramadan dan Lebaran. "Seperti produk-produk untuk puasa dan Lebaran itu sirop, biskuit, dan sebagainya. Ini yang menjadi masalah," pungkas dia.




(hns/hns)

Hide Ads