Industri Tekstil 'Disikat' Corona, Pengusaha Garmen Putar Otak

Industri Tekstil 'Disikat' Corona, Pengusaha Garmen Putar Otak

Danang Sugianto - detikFinance
Senin, 20 Jul 2020 18:50 WIB
Bulan puasa sudah dilewati separuhnya dan jelang lebaran masyarakat mulai membeli dan membuat baju lebaran pilihan mereka. Para penjahit garmen kebanjiran order
Ilustrasi/Foto: Rifkianto Nugroho
Jakarta -

Pandemi virus Corona (COVID-19) telah membuat aktivitas ekonomi dan sosial berhenti. Alhasil banyak sektor usaha yang terkapar lantaran tak dapat beroperasi, termasuk industri tekstil.

Dampak dari wabah COVID-19 paling besar terdampak pada penjual ritel produk tekstil alias garmen. Mereka teriak lantaran tak bisa berjualan secara offline.

"Bisnis offline sudah nggak bisa karena COVID-19. Orang juga nggak keluar. Tapi ya orang mau baju baru, terpaksa belanja online," kata Owner Dobujack Delly Fitriansyah Darusman, Senin (20/7/2020).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Delly sendiri memiliki brand pakaian Dobujack yang dia dirikan sejak 2005 di Bandung. Sejak adanya COVID-19 di Indonesia, sejumlah outlet dan reseller Dobujack yang tersebar di beberapa daerah di Indonesia tak mencatatkan penjualan positif lantaran adanya pembatasan sosial berskala besar (PSBB).

Kini dia hanya bertumpu pada penjualan online. Menurutnya transformasi bisnis ke digital menjadi salah satu usaha untuk bertahan di tengah pandemi Corona. Jika tetap berjualan secara offline akan sulit menjalankan bisnis berkelanjutan dengan ketidakpastian kapan Covid-19 berakhir.

ADVERTISEMENT

"Kalau memang belum ada vaksin, mau nggak mau industri main online dan diseriusin. Saat Lebaran penjualan naik 200% dengan online. Kalau outlet (otomatis) nggak jalan karena Covid-19," tuturnya.

lanjut ke halaman berikutnya

Sebelumnya Ketua Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) Jemmy Kartiwa sendiri mengatakan kondisi industri tekstil saat ini terpukul karena permintaan dari pasar yang berkurang. Alhasil, stok menumpuk tanpa mendapatkan untung.

Dia menyebut, di momen lebaran saja, yang biasanya diharapkan menjadi puncak pembelian bahan tekstil, karena ada PSBB jadi tidak terlaksana.

"Kalau kami yang tadinya berharap dari penjualan tekstil selama lebaran, karena PSBB jadi tidak terjadi. Jadinya stok pakaian menumpuk, termasuk sarung," ujar Jemmy kepada detikcom.

Bank Indonesia (BI) sendiri mencatat industri pengolahan mengalami penurunan kinerja dalam pada kuartal II 2020. Sektor tekstil dan alas kaki menjadi industri yang terhantam paling dalam.

Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi BI Onny Widjanarko menjelaskan dalam Prompt Manufacturing Index (PMI) Bank Indonesia tercatat 28,55% turun dibandingkan periode kuartal I-2020 45,64%.



Simak Video "Tolak PHK Industri Tekstil, Buruh Gelar Demo di Patung Kuda Jakpus"
[Gambas:Video 20detik]

Hide Ads