Jakarta -
Indonesia tengah menjalani kerja sama dengan China terkait produksi vaksin virus Corona (COVID-19) melalui mekanisme business to business (b to b) antara Bio Farma (BUMN RI) dengan Sinovac (China). Kandidat vaksin Corona itu sudah memasuki tahap uji klinis fase ketiga.
Dalam rapat kerja (Raker) antara Kementerian BUMN dengan Komisi VI DPR RI kemarin, Ketua Pelaksana Komite Penanganan COVID-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) sekaligus Menteri BUMN Erick Thohir membeberkan kisaran harga vaksin tersebut.
1. Kisaran Harga Rp 360-440 Ribu
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Erick mengungkapkan, harga vaksin Corona berada di kisaran US$ 25-30 atau sekitar Rp 367.977 sampai Rp 441.573 (kurs Rp 14.716). Kisaran tersebut adalah total dari penyuntikan vaksin sebanyak dua kali per orang.
"Perhitungan awal harga vaksin ini untuk istilahnya bukan per dosis tapi untuk satu orang, karena satu orang ini dua kali suntik, jeda waktunya dua minggu. Kurang lebih itu harganya US$ 25-30 range-nya, tapi ini Bio Farma sedang hitung ulang," ungkap Erick di Jakarta, Kamis (27/8/2020).
2. Butuh Bahan BakuKisaran harga vaksin Corona Rp 367.977 sampai Rp 441.573 itu akan dicapai dengan upaya menjalin komitmen antara Indonesia dan China agar harga bahan baku per dosis vaksin di kisaran US$ 8 pada tahun 2020 atau sekitar Rp 117.803, dan di kisaran US$ 6-7 atau sekitar Rp 88.352-103.077 pada tahun 2021.
"Harga bahan baku yang sudah dikerjasamakan dengan Sinovac untuk 2020 per dosisnya US$ 8. Tetapi di tahun 2021 harganya US$ 6-7, jadi ada penurunan. Nah kita memang ingin bahan baku. Kenapa? Supaya kita bisa belajar memproduksi vaksin. Jadi tidak hanya menerima vaksin yang sudah jadi," jelas Erick.
3. Vaksin Corona Bakal Ada yang Gratis dan Bayar Sendiri
Erick mengatakan, untuk mengurangi beban anggaran negara, penyaluran vaksin Corona akan dibagi dua mekanisme. Pertama, vaksin gratis bagi masyarakat yang terdaftar di BPJS Kesehatan, yang diadakan menggunakan APBN.
Kedua, mekanisme vaksinasi mandiri. Mekanisme inilah yang menjadi tumpuan untuk mengurangi beban anggaran negara. Pasalnya, nanti masyarakat yang secara finansialnya mampu bisa vaksinasi dengan membeli sendiri.
"Ada juga vaksinasi mandiri, jadi kalau mau bayar sendiri. Kita usulkan ini tidak lain ingin memastikan supaya tidak membebani keuangan negara jangka menengah dan panjang. Karena kalau kita lihat vaksin ini takutnya per 6 bulan atau per 2 tahun mesti vaksin lagi," terang dia.
"Jadi kalau semua dibebankan ke pemerintah takut akan memberatkan makanya tetap ada usulan diputuskan di kemudian hari, ada istilah vaksin mandiri. Sehingga orang-orang yang mampu bisa melakukan vaksin sendiri," sambung dia.
Namun, mekanisme ini belum ditetapkan pemerintah. Ia mengatakan, dua mekanisme ini masih dalam pembahasan Komite Penanganan COVID-19.
Simak Video "Video WHO soal Ilmuwan China Temukan Virus Corona Baru Mirip Penyebab Covid-19"
[Gambas:Video 20detik]