Jakarta -
Isu tembakau selalu menjadi isu yang seksi dan hangat di bicarakan. Di satu sisi digugat oleh aktifis kesehatan. Setiap tahun selalu ada gerakan masyarakat anti rokok. Di sisi lain, cukai rokok menjadi salah satu sumber pendapatan negara.
Bukan hanya lewat cukai, industri rokok juga membuka lapangan pekerjaan dan menggerakkan roda perekonomian nasional di kota maupun di daerah daerah. Memberikan keuntungan dan pendapatan bagi negara dan masyarakat.
Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR RI) dari Partai Nasional Demokrat (Nasdem) Lestarie Moerdijat mengatak, butuh pertimbangan yang cermat sebelum mengambil keputusan terkait kelangsungan industri yang berkaitan dengan tembakau ini.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Karena itu saya sepakat dengan pendapat dan masukan pengurus APTI. Apapun permasalahannya, harus didudukkan sesuai konteksnya. Harus duduk bersama diputuskan secara bersama, mencari jalan keluar yang terbaik. Karena itu, Masyarakat industri hasil tembakau atau pengurus APTI harus selalu berdiskusi dan melakukan konsolidasi melalui saluran yang benar dan tepat. Salah satunya lewat DPR RI sebagai wakil rakyat," papar Lestari Moerdijat.
Masyarakat IHT yang diwakili Pengurus APTI mengadakan diskusi dengan wakil Ketua MPR RI Lestari Moerdijat dan beberapa anggota DPR RI dari Fraksi Partai Nasdem, menyampaikan sikap masyarakat IHT yang keberatan atas rencana kenaikan.
Kembali tarif cukai rokok di tahun 2021 sebagaimana tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) RI NO.077/2020. Dalam PMK tersebut selain akan Kembali menarikan tarif cukai di tahun 2021 pemerintah juga berkeinginan memberlakukan simplifikasi Penarikan cukai rokok.
Padahal Cukai rokok sudah dinaikan pemerintah lewat PMK No 152/2019 sebesar 23 persen. Sementara rencana Simplifikasi cukai hanya akan menguntungkan satu perusahaan rokok besar dari luar negeri dan mematikan industri rokok kelas menengah dan kecil yang berproduksi di tanah air.
"Sebaiknya pemerintah menunda rencana pemberlakukan kebijakan simplifikasi penarikan cukai rokok. Jika kebijakan tersebut jadi dilaksanakan, hanya akan menguntungkan satu perusahaan rokok besar asing, dari Amerirka yang memang menginginkan adanya penerapan simplifikasi cukai," tegas Ketua APTI Jawa Barat Suryana, dalam pertemuannya dengan Wakil Ketua MPR RI.
Bersambung ke halaman selanjutnya.
Lebih lanjut, Ketua APTI Jawa Barat ini menyampaikan, agar pemerintah khsususnya kementrian keuangan tidak hanya memperhatikan kepentingan asing dalam hal ini industri rokok asing yang menginginkan diberlakukannya simplifikasi. Tapi harus lebih memperhatikan kepentingan nasional khususnya industri rokok nasional termasuk masa depan dan kesejahteran para petani tembakau.
Ditambahkan oleh Suryana, harusnya DPR RI maupun pemerintah menempatkan industri rokok sebagai industri strategis nasional. Selain memberikan sumbangan pendapatan bagi negarai dalam jumlah besar setiap tahunnya, baik dari cukai rokok maupun pajak pajak lainnya, industri rokok nasional juga telah menciptakan lapangan pekerjaan yang sangat luas. Baik di pedesaan maupun di perkotaan.
"Sebagai indutri strategis nasional, harusnya pemerintah maupun DPR RI berkomitmen melindungi industri rokok nasional. Kebijakan kebijakan yang dibuat pemerintah, harus dapat melindungi dan mempertahankan keberadaan dan keberlangsungan industri rokok nasional. Bukan menguntungkan industri rokok asing," papar Suryana.
Menurut Suryana, kebijakan simplifikasi penerapan cukai nasional, adalah salah satu bentuk kebijakan yang dapat mematikan industri rokok nasional dan menguntungkan industri atau perusahaan rokok asing. Sebab, kebijakan simplifikasi penarikan cukai itu memang diinginkan oleh satu perusahaan rokok besar asng yang beroperasi di Indonesia. Tujuannya dalam jangka Panjang mematikan perusahaan perusahaan rokok nasional menengah dan kecil.
Perusahaan rokok menengah dan kecil yang semula membayar cukai rokok sesuai dengan jumlah produksinya. Dipaksa membayar cukai rokok dalam jumlah yang besar yang tidak sesuai dengan jumlah produksinya. Sehingga lama lama, perusahaan rokok nasional akan mati.
"Simplifikasi itu kan penyederhanaan. Dari semula ada 10 penggolongan pembayaran cukai rokok sesuai dengan jumlah produksi dari setiap pabrik rokok. Disederhanakan menjadi sekitar tiga golongan cukai. Jika simplifikasi kenaikan cukai dilakukan, maka pabrik rokok yang jumlah produksinya sedikit membayar cukai sesuai kafasitas produksinya dipaksa membayar dalam jumlah mahal atau besar," papar Suryana.
Di tempat yang sama, Ketua APTI Nusa Tenggara Barat Sahmihudin membantah adanya pendapat yang menyebutkan jika simplifikasi jadi dilakukan akan memberikan tambahan pendapatan negara belasan trtiliun rupiah. Atau sebaliknya, jika simplifikasi tidak dilakukan, negara akan dirugikan belasan triliun rupiah. Pendapat tersebut tidak jelas hitungannya.
"Yang benar adalah, jika simplifikasi penarikan cukai dilakukan, hanya akan menguntungkan perusahaan rokok besar dari Amerika. Perusahaan rokok lainnya lama-lama gulung tikar," tandas dia.
Simak Video "Video: CISDI Dorong Pemerintah Naikkan Cukai untuk Tekan Jumlah Perokok"
[Gambas:Video 20detik]