Kementerian Perindustrian (Kemenperin) terus berupaya untuk meningkatkan daya saing dan produktivitas pelaku industri tekstil dan produk tekstil (TPT) agar bisa tetap menjalankan usahanya di tengah pandemi COVID-19. Salah satu caranya adalah dengan menyelenggarakan pelatihan secara virtual agar para pelaku usaha tersebut mampu kompetitif di pasar.
"Oleh karena itu, salah satu unit kerja di bawah binaan kami, yakni Balai Besar Tekstil menyelenggarakan Kelas Online Santai (Kelosan) untuk industri TPT melalui platform Zoom Meeting," ujar Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Industri (BPPI) Kemenperin, Doddy Rahadi, dalam keterangan tertulis, Rabu (7/10/2020).
Hal itu ia sampaikan saat membuka kelas online tersebut secara virtual, Selasa (6/10). Menurut Doddy, terdapat dua tema yang menjadi bahasan, yaitu Pengenalan Sistem Manajemen Mutu SNI ISO 9001:2015 untuk upgrading IKM berdaya saing dan topik tentang Pemahaman Parameter Uji terkait Keamanan, Keselamatan, Kesehatan, dan Lingkungan Hidup (K3L).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Dalam situasi pandemi saat ini, seyogyanya kita menciptakan inovasi-inovasi metode pembelajaran, sehingga industri tidak kehilangan kesempatan untuk meningkatkan wawasan serta kompetensi sumber daya manusia (SDM)," ungkapnya.
Doddy mengatakan Kemenperin memiliki unit litbang Balai Besar Tekstil di Bandung yang selama ini berperan strategis dalam menyiapkan pelaku industri TPT yang berdaya saing. Upaya tersebut dijalankan sesuai dengan kapasitas unit litbang tersebut dalam menyelenggarakan kegiatan pelayanan jasa teknis untuk industri, khususnya berupa bimbingan teknis, pelatihan, konsultansi serta pengujian terhadap mutu produk TPT.
Doddy juga mengatakan industri TPT merupakan salah satu sektor yang strategis bagi perekonomian nasional. Peran vitalnya itu antara lain sebagai sektor padat karya, memenuhi kebutuhan sandang dalam negeri, serta penghasil devisa ekspor nonmigas dengan nilai yang cukup signifikan.
"Di tengah pandemi COVID-19, industri TPT kita masih memperlihatkan pertumbuhan yang ditunjang oleh permintaan domestik dan kinerja ekspor yang tinggi," ungkapnya.
Menurut Doddy, Kemenperin telah mencatat kinerja ekspor industri TPT sepanjang 2019 mencapai US$ 12,89 miliar. Sementara pada periode Januari-Juli 2020 telah menembus hingga US$ 6,15 miliar.
Kemudian, berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), pada kuartal II tahun 2020 industri TPT memberikan kontribusi terhadap PDB sektor industri pengolahan non migas sebesar 6,93%. "Sementara untuk kontribusi terhadap produk domestik bruto (PDB) nasional, industri TPT menempati urutan keempat menjadi kontributor terbesar yang mencapai 1,24 persen," imbuhnya.
Doddy mengungkapkan untuk memperkuat peran strategis industri TPT tersebut perlu adanya dukungan dari seluruh pemangku kepentingan terkait, sehingga bisa semakin memperkuat daya saingnya terutama di kancah global. "Upaya peningkatan daya saing industri TPT nasional dipacu pemerintah melalui kemudahan ketersediaan bahan baku dan pasokan energi, serta penyusunan aturan perlindungan (safeguard)," ujar Doddy.
Selain itu, faktor lain yang dapat meningkatkan daya saing produk industri TPT adalah penerapan standar mutu dan kualitas produk. "Mutu produk yang merujuk pada baku mutu Standar Nasional Indonesia (SNI) akan lebih mudah diterima di pasar karena jaminan konsistensi kualitasnya," ujarnya.
Doddy menyatakan sudah saatnya pula pelaku IKM dan WUB dapat memahami pentingnya penerapan Sistem Manajemen Mutu, sehingga mampu menjamin kualitas proses produksi dan kualitas produk yang dihasilkan. Salah satu upaya untuk mencapai tujuan tersebut adalah melalui penerapan standarisasi prosedur, di antaranya Sistem Manajemen Mutu SNI ISO 9001: 2015.
"Sistem Manajemen Mutu pada prinsipnya memastikan penerapan sistem proses manajemen yang efektif, efisien dan ekonomis pada semua proses produksi dan distribusi serta selalu berusaha memenuhi semua keinginan pelanggan melalui perbaikan yang dilakukan secara terus menerus dan berkesinambungan," jelas Doddy.
Doddy juga mengungkapkan perbaikan berkelanjutan dalam mutu produk pada gilirannya akan menjadi kunci sukses bagi IKM dan WUB agar dapat bersaing dalam era pasar bebas ke depan. Tantangan baru lainnya yang akan dihadapi oleh industri TPT di tanah air adalah mulai dilakukannya pengawasan terhadap barang beredar yang terkait dengan Keamanan, Keselamatan, Kesehatan dan Lingkungan Hidup (K3L) sebagai tindak lanjut pemberlakuan Permendag No. 18 Tahun 2019.
Peraturan tersebut bertujuan untuk menjamin seluruh barang yang beredar di pasaran memenuhi standar mutu produk yang ditetapkan, khususnya terkait baku mutu kandungan zat kimia berbahaya seperti kadar senyawa azo, logam berat terekstraksi, dan formaldehida.
"Hingga tahun 2019, dari total 4.984 SNI di bidang industri, sebanyak 113 SNI telah ditetapkan sebagai SNI Wajib dengan tujuan melindungi konsumen dalam aspek kesehatan, keamanan, dan lingkungan, serta mengamankan industri dalam negeri dari serangan produk impor yang tidak berkualitas," ujar Doddy.
Doddy pun mengungkapkan dalam proses registrasi K3L telah diatur metode pengujian 17 kategori tekstil dan produk tekstil, di mana semua parameter ujinya mengacu pada SNI, yaitu logam berat terekstraksi, formaldehida, senyawa azo, total senyawa phthalates, bahan kimia anti api, dan bahan kimia anti air.
"Tentunya hal ini dilakukan agar daya saing produk nasional dapat meningkat dari sisi produsen, sekaligus sebagai perlindungan dan pemenuhan kebutuhan dari sudut pandang konsumen, yakni terkait dengan unsur keamanan, keselamatan, kesehatan, dan lingkungan hidup," pungkasnya.
Sebagai informasi, kegiatan pelatihan virtual tersebut diikuti sebanyak 200 peserta yang terdiri dari pelaku industri TPT skala besar, industri kecil dan menengah (IKM), serta wirausaha baru (WUB). Selain itu, terdapat civitas akademisi, perwakilan Balai dan Baristand di lingkungan Kemenperin serta perwakilan Dinas Perindustrian dan Perdagangan yang berasal dari berbagai daerah di Indonesia.
(ega/hns)