Karena jika kembali pada saat awal kebijakan safeguard untuk bahan baku tekstil di setujui dan dilakukan para pelaku pabrikan bahan baku tekstil lokal sudah berjanji bahwa akan memenuhi kebutuhan bahan baku di dalam negeri.
"Tetapi fakta-fakta di lapangan justru sebaliknya, ketika kebijakan safeguard telah diberlakukan, selama 1,5 tahun, kenyataannya harga bahan baku tekstil lokal bisa naik hingga 30%" katanya.
Dirjen IKMA Kemenperin Gati Wirawaningsih sendiri pernah mengungkapkan tentang adanya pihak-pihak yang memanfaatkan situasi saat ini sehingga menimbulkan praktek kartel. Kemungkinannya sangatlah benar bahwa ada kartel bahan baku, dikarenakan dengan kurangnya supply bahan baku untuk pasar domestik atau pasar dalam negeri, sementara bahan baku tekstil impor amatlah sulit untuk didapatkan guna memenuhi kebutuhan dalam negeri, maka hal tersebut menjadi sebuah kesempatan bagi pihak-pihak tersebut untuk menaikkan harga bahan baku tekstil yang saat ini tersedia pasar domestik atau lokal.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Terkait hal tersebut, sangat perlu ditelusuri secara seksama, siapa kah sebenarnya pihak-pihak yang dimaksud ?? Pihak-pihak yang dapat menggunakan celah dan mengambil keuntungan dari keadaan yang terjadi saat ini.Kemudian masalah permodalan yang diharapkan menjadi salah satu solusi bagi pelaku IKM untuk dapat impor mesin, dan dibantu oleh pemerintah dengan pembiayaan sebesar 25% selebihnya, sebesar 75% bisa didapatkan melalui KUR ini hanya menjadi janji manis dari pemerintah saja karena dirasakan kurang tepat, dikarenakan mayoritas dari para pelaku IKM memiliki kredibilitas yang kurang baik hingga kesulitan di terima oleh pihak perbankan, salah satu faktor terkait hal itu adalah tunggakan kredit para pelaku IKM tertunggak pasca terimbas dampak pandemi Covid-19," kata Widia.
Untuk itu, menurut Widia, peran serta pemerintah dan instansi terkait untuk menanggulangi permasalahan ini memang dirasakan harus segera dilakukan, karena khusus bagi para pelaku IKM sektor konveksi atau garment diberlakukannya safeguard untuk bahan baku mereka. Kemudian ditambah dengan adanya pandemi malah berdampak sangat besar bagi kelangsungan usaha yang mereka lakukan.
"Dalam satu tahun ini saja sudah banyak para pelaku IKM yang terpaksa harus mengurangi jumlah pekerja mereka secara besar besaran, bahkan beberapa diantaranya terpaksa untuk menutup usaha mereka, yang mana semakin memperbesar angka pengangguran saat ini, Sebagaimana kita ketahui bersama, sektor IKM adalah salah satu jenis usaha yang merupakan jenis usaha padat karya yang dapat memberikan lapangan pekerjaan yang cukup besar bagi sektor informal," katanya.
"Pemerintah harus bertindak cepat, karena jangan sampai kebijakan safeguard yang diambil oleh Pemerintah malah dijadikan sebagai celah oleh segelintir pihak yang memanfaatkan keadaan, dan pihak IKM yang dirugikan dari kebijakan tersebut, meskipun kebijakan tersebut diakui dilakukan sebagai bentuk perlindungan bagi industri tekstil dalam negeri dari gempuran bahan baku impor. Namun seharusnya Pemerintah juga mengkaji dan membuat suatu kebijakan yang setidaknya dapat meringankan para pelaku IKM sektor konveksi atapun garment dengan memberlakukan kebijakan safeguard bagi barang jadi impor. Sehingga harga barang produksi para pelaku IKM di sektor konveksi atau garment dapat bersaing dengan barang jadi (garment) impor yang saat ini angkanya naik semakin signifikan saat ini," jelas Widia.
(fdl/fdl)