Sejumlah pabrik rokok banyak yang memutuskan untuk menurunkan jumlah produksi. Setelah PT Nojorono Tobacco International (NTI), kini Korea Tomorrow & Global Corporation (KT&G) juga memutuskan untuk turut menurunkan produksi mereka. Dengan demikian, terhitung tahun ini produksi kedua pabrikan ini berada pada golongan 2A, setelah sebelumnya berada di golongan 1.
Analis pasar modal sekaligus Founder & CEO Finvesol Consulting Fendi Susiyanto menilai penurunan produksi pabrik rokok ini merupakan bagian dari keputusan perusahaan untuk mengelola biaya yang semakin meningkat dan margin keuntungan dari penjualan produknya seiring dengan kenaikan tarif cukai rata-rata 12,5% mulai 1 Februari 2021 lalu.
"Selain itu, selisih tarif cukai Golongan 1 dan 2 yang masih besar memungkinkan perusahaan memiliki ruang lebih lebar untuk mengelola biaya sekaligus menjaga harga produk yang kompetitif. Saat ini, selisih tarif cukai antara golongan 1 dan 2A untuk segmen SKM mencapai Rp 330 per batang," katanya dalam keterangan tertulis, Sabtu (10/4/2021).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Merujuk laporan keuangannya, di Indonesia KT&G memproduksi rokok melalui pabriknya PT Trisakti Purwosari Makmur. KT&G memiliki tiga anak perusahaan yang bergerak di bidang produksi dan penjualan rokok. Selain Trisakti, ada pula KT&G Indonesia dan PT Nusantara Indah Makmur yang khusus bergerak dalam penjualan rokok.
Baca juga: 3 Fakta Bocoran Isi RUU Minuman Beralkohol |
Dikutip dari situs resminya, KT&G merupakan perusahaan rokok terbesar di Korea Selatan dan masuk dalam jajaran lima besar pabrikan rokok dunia. Produk perusahaan tersebut saat ini dijual di lebih dari 50 negara, termasuk Indonesia. Sementara Nojorono adalah perusahaan rokok terbesar kelima di Indonesia yang sebelumnya juga berada di golongan 1.
Menurut Fendi, selisih tarif cukai yang lebar memberikan opsi bagi perusahaan rokok untuk berada di golongan 1 atau di bawahnya. "Buktinya sebelum KT&G, perusahaan rokok besar lain yang telah turun produksi dan kini di golongan 2 adalah Nojorono," kata Fendi.
Analis Kebijakan Madya Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan Wawan Juswanto mengakui berdasarkan data yang ada, produksi rokok di golongan 1 memang cenderung turun. "Sebaliknya rokok golongan 2 dan 3 tumbuh positif," kata dia dalam sebuah diskusi.
Menurutnya, beberapa perusahaan mewacanakan menurunkan produksinya dari golongan 1 ke 2 karena berbagai penyebab. Walhasil, pangsa pasar (market share) rokok golongan 1 turun dan sebaliknya market share rokok golongan 2 dan 3 merebak. "Ini menunjukkan pergeseran rokok mahal ke murah," ungkap Wawan.