Pedukuhan Krebet, Kalurahan Sendangsari, Kapanewon Pajangan, Bantul terkenal akan sentra pembuatan batik kayu, salah satunya adalah rekal atau tatakan berbahan kayu untuk membaca Al-Qur'an. Namun hantaman pandemi COVID-19 di bulan ramadhan ini berdampak pada menurunnya pesanan rekal.
Pantauan detikcom di salah satu tempat pembuatan rekal di Krebet tampak sangat lengang. Melongok lebih jauh, tampak beberapa pekerja tengah membatik kayu dalam berbagai bentuk, salah satunya bentuk rekal.
Secara bergantian para pekerja tengah mencelupkan canting ke dalam wajan kecil berisi malam, selanjutnya mereka menggoreskan canting ke permukaan rekal. Seteleh selesai membatik kayu dan mewarnainya, rekal motif batik itu langsung dijemur di bawah sinar matahari.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Salah satu perajin rekal Kemiskidi (59) mengatakan, bahwa dia mulai membatik kayu khususnya rakel sejak tahun 1989. Sedangkan sejak kapan Pedukuhan Krebet memproduksi rakel, dia mengaku tidak tahu secara pasti.
"Kalau rekal itu saya tidak tahun kapan terciptanya. Karena dulu hanya pakai meja biasa, mungkin awal-awal rekal itu dari daerah Jepara," katanya saat ditemui di workshopnya, Pedukuhan Krebet, Kamis (15/4/2021).
"Nah, kalau di Krebet ini sudah sejak lama menggarap rekal polos tapi kalau yang (rekal) motif batik sejak tahun 90an," imbuh Kemiskidi.
Untuk rekal produksinya, Kemiskidi mengaku menggunakan bahan baku kayu sengon dan kayu jati. Hal tersebut membuat harga rekal motif batik produksinya berbeda-beda.
"Saya pakainya kayu sengon, tapi melayani juga kalau ada yang minta rekal dari kayu jati. Untuk harga rekal bahan sengon Rp 50 ribu sampai Rp 75 ribu, tergantung ukurannya. Kalau bahan kayu jati sekitar Rp 100 ribu," ujarnya.
Pemilik Sanggar Peni ini melanjutkan, bahwa saat ini jumlah order rekal menurun drastis selama pandemi, khususnya saat bulan ramadhan. Seperti halnya saat awal ramadhan ini dia hanya mendapat 24 pesanan rekal.
"Saat ini ada pesanan 24 biji, pesanaan lokal untuk hajatan saja. Itu saja pesanan awal bulan kemarin dan ini baru dikerjakan," ujarnya.
Padahal saat bulan ramadhan seperti ini jumlah pesanan bisa mencapai ratusan rekal. Karena itu dia menyebut pesanan rekal tahun ini menurun drastis.
"Karena biasanya 50 sampai 100 biji rekal. Jadi untuk order memang menurun drastis, tapi saya alhamdulilah saya masih jalan meski sedikit-sedikit," katanya.
"Tapi orderan itu tidak mengacu bulan ramadhan, misal rekal itu pesannya 2-3 bulan sebelumnya. Biasanya kalau tidak ada hajatan tidak banyak," imbuh Kemiskidi.
Bahkan, Kemiskidi menyebut jika turunnya pesanan rekal lebih parah tahun ini dibandingkan tahun lalu. Pasalnya saat ini jumlah perajin batik tulis semakin berkurang.
"Kalau dibandingkan tahun lalu ya lebih parah sekarang, kenapa? Karena banyak yang beralih profesi saat ini. Kalau tahun lalu masih ada yang punya tanggungan merampungkan kerajinan jadi masih ada perajinnya," ucapnya.
Sehingga adanya banyak pesanan pun tidak membuatnya gembira karena harus memutar otak agar par perajin mau lagi menggarap batik kayu. Bahkan untuk 24 rekal pesanannya ini harusnya bisa selesai 2 hari namun karena minimnya tenaga kerja molor menjadi satu minggu.
"Biasanya 2 hari beres, tapi karena minim oerajin bisa seminggu. Jadi ada pun pesanan ya bingung perajinnya siapa," katanya.
Oleh sebab itu, dia berharap kepada pemerintah untuk memberikan perhatian kepada pelaku UMKM. Perhatian itu, katanya bukan hanya dana sefar tapi lebih kepada bagaimana mengajak perajin kembali lagi berkarya.
"Harapan kami walaupun dengan situasi yang ada pemerintah memberi perhatian lebih, perhatian itu seperti promosi usaha kami. Selain itu yang utama untuk menumbuhkan semangat para perajin agar mau kembali membatik kayu," katanya.
"Jadi kami tidak begitu mengharapkan pemerintah membantu dengan memberi uang, tapi kami lebih ingin agar ada yang membatu memotivasi warga biar semangat lagi untuk menjadi perajin (batik kayu di Krebet)," lanjut Kemiskidi.
(dna/dna)