Nissan-Renault Putar Otak Bikin Pabrik Daur Ulang Baterai Mobil Listrik

Nissan-Renault Putar Otak Bikin Pabrik Daur Ulang Baterai Mobil Listrik

Vadhia Lidyana - detikFinance
Selasa, 27 Apr 2021 12:45 WIB
Konvoi kendaraan listrik dari Jakarta menuju Serpong
Foto: Nissan Motor Indonesia
Jakarta -

Sejumlah pemegang merek mobil-mobil ternama sudah memulai produksi mobil listrik. Tak hanya Tesla yang dijagokan sebagai produsen nomor 1 mobil listrik, Nissan, Volkswagen, hingga Renault juga tengah fokus pada kendaraan ramah lingkungan tersebut.

Pada tahun 2030, Uni Eropa sendiri menargetkan sebanyak 30 juta mobil listrik tersebar di Benua Biru tersebut.

Di sisi lain, sejumlah produsen juga sudah memikirkan bagaimana mendaur ulang baterai-baterai mobil listrik alias electric vehicle (EV) battery. Selama baterai terpasang di mobil dan masih bekerja, kemungkinan kandungannya masih netral karbon. Namun, bagaimana jika EV battery sudah tak lagi berfungsi?

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Meskipun sebagian besar komponen EV hampir sama dengan mobil konvensional, perbedaan besar terletak pada baterainya. Aki atau baterai yang digunakan di mobil berbahan bakar minyak (BBM) dapat didaur ulang. Namun, hal itu tak berlaku untuk EV battery yang memiliki versi lithium-ion.

Ukuran EV battery pun jauh lebih besar dan lebih berat ketimbang aki. Lalu, EV battery terdiri dari beberapa ratus sel lithium-ion, yang semuanya perlu dibongkar. Pasalnya, sel lithium-ion mengandung bahan berbahaya, dan memiliki kecenderungan untuk meledak jika tidak dipasang dengan benar.

ADVERTISEMENT

Menurut peneliti dari Universitas Birmingham Paul Anderson, belum diketahui seberapa banyak komponen dari EV battery yang dapat didaur ulang.

"Saat ini, secara global, sangat sulit untuk mendapatkan angka rinci berapa persentase baterai lithium-ion yang didaur ulang, tetapi nilai yang dikutip setiap orang adalah sekitar 5%. Bahkan, di negara-negara lain jumlahnya jauh lebih kecil," kata Anderson dilansir dari BBC, Selasa (27/4/2021).

Uni Eropa juga sudah mewajibkan para produsen mobil listrik untuk bertanggung jawab dan memastikan bahwa produk mereka tidak dibuang begitu saja di akhir masa pakainya.

Saat ini, Nissan menggunakan kembali baterai lama dari model Leaf. Lalu, Volkswagen juga melakukan hal yang sama. Namun, Volkswagen juga baru membuka pabrik daur ulang pertamanya di Salzgitter, Jerman. Perusahaan berencana mendaur ulang hingga 3.600 sistem baterai per tahun selama fase uji coba.

Kepala Perencanaan Daur Ulang Volkswagen Group Components Thomas Tiedje mengatakan, pihaknya sudah menemukan beberapa hal dari uji coba tersebut.

"Sebagai hasil dari proses daur ulang, banyak bahan berbeda yang ditemukan. Sebagai langkah pertama, kami fokus pada logam katoda seperti kobalt, nikel, litium, dan mangan. Bagian yang dibongkar dari sistem baterai seperti aluminium dan tembaga dimasukkan ke dalam aliran daur ulang yang sudah disiapkan," kata Tiedje.

Baca berita selengkapnya di halaman selanjutnya

Tonton juga Video: Rencana Mobil Listrik Xiaomi Terbongkar, Disebut Gandeng Perusahaan Ini

[Gambas:Video 20detik]



Sementara itu, Renault sedang mendaur ulang semua aki mobil listriknya, meskipun jumlahnya belum terlalu banyak. Hal ini dilakukan melalui konsorsium dengan perusahaan pengelolaan limbah Prancis Veolia dan perusahaan kimia Belgia Solvay. Wakil Presiden Bidang Perencanaan Lingkungan Strategis Renault Jean-Philippe Hermine mengatakan, pihaknya berencana membuka fasilitas daur ulang untuk semua orang, tak hanya untuk kepentingan produksinya.

"Kami bertujuan untuk dapat mengatasi 25% pasar daur ulang. Kami ingin mempertahankan tingkat cakupan ini, dan tentu saja ini akan mencakup kebutuhan Renault sejauh ini," kata Hermine.

"Ini adalah proyek yang sangat terbuka, artinya tidak hanya mendaur ulang baterai Renault, tetapi semua baterai, dan juga termasuk limbah produksi dari pabrik pembuatan baterai," sambung Hermine.

Namun, untuk mendaur ulang EV battery sangat membutuhkan waktu yang lama. Oleh sebab itu, badan-badan ilmiah seperti Faraday Institution membuat proyek ReLiB yang bertujuan untuk mengoptimalkan daur ulang baterai EV dan membuat prosesnya berjalan sesederhana mungkin.

"Di beberapa pasar, seperti China, regulasi kesehatan dan keselamatan serta regulasi lingkungan jauh lebih longgar, dan kondisi kerja tidak akan diterima dalam konteks Barat," kata peneliti dari Faraday Institution, Gavin Harper.

Belum lagi keperluan tenaga kerja yang besar, dan akan menghabiskan dana yang besar. Maka dari itu, Anderson menyarankan produsen-produsen tersebut mempertimbangkan penggunaan robot.

"Jika Anda dapat mengotomatiskannya, kami dapat menarik sebagian bahayanya dan membuatnya lebih efisien secara ekonomi," jelas Anderson.

Di sisi lain, ada a argumen ekonomi yang kuat untuk meningkatkan daur ulang baterai EV. Pasalnya, banyak elemen baterai yang harus diimpor karena sulit diperoleh di Eropa dan Inggris.


Hide Ads