Menguak 'Dosa Lama' di Balik Polemik Gula Rafinasi Jatim

Menguak 'Dosa Lama' di Balik Polemik Gula Rafinasi Jatim

Tim detikcom - detikFinance
Rabu, 16 Jun 2021 12:23 WIB
Gula Rafinasi di Gudang PT KTM
Foto: Gula Rafinasi di Gudang PT KTM (Satgas Pangan Polda Jatim)
Jakarta -

Terkuaknya tumpukan gula rafinasi di pabrik gula milik PT Kebun Tebu Mas (KTM) di Lamongan menyulut 'dosa lama' perihal sengkarut industri gula di Jawa Timur. Rupanya, bukan kali ini saja PT KTM terlibat polemik gula rafinasi di Jawa Timur yang merupakan lumbung tebu nasional tersebut.

Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia (APTRI) miminta penindakan yang dilakukan penegak hukum dan satuan tugas (satgas pangan) tak berhenti sampai membongkar pasokan gula saja. Masalah tersebut perlu diusut sampai tuntas dan diberikan sanksi yang tegas.

"Dengan hormat kami meminta polisi mengusut tuntas dan memberikan sanksi tegas bahkan efek jera terhadap kasus temuan tersebut dan kepada siapa pun yang melanggar hukum di wilayah Jatim dan NKRI secara menyeluruh," kata Ketua DPD APTRI PTPN XI Jawa Timur, Sunardi Edy Sukamto.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Bukan kali ini saja PT KTM terlibat polemik gula rafinasi dan kuota impor raw sugar. Pada 2014, APTRI sempat menggelar aksi yang pada intinya memprotes keberadaan PT KTM yang ngotot memproduksi gula rafinasi. Padahal izin yang dikantongi adalah gula kristal putih berbasis tebu.

"Anehnya PT KTM yang jelas-jelas izinnya sebagai pabrik GKP justru getol mendesak pemerintah agar diberikan jatah impor raw sugar dan izin mengolah gula rafinasi. Dia bahkan mengarang cerita UMKM kekurangan pasokan dan terancam bangkrut. Bohong itu," ujarnya.

ADVERTISEMENT

Terlebih, lanjut dia, PT KTM tak kunjung memenuhi janji untuk menambah luas tanam kebun tebu dan melibatkan petani lokal sebagai penyedia bahan baku pabrik gula yang dikelolanya. Menurut Edy, izin kedua perusahaan di Jawa Timur itu sebagai pabrik GKP berbasis tebu dengan kewajiban memiliki lahan tebu sendiri.

Pabrik ini justru melakukan praktik usaha tidak sehat dengan cara membeli tebu petani dengan harga lebih tinggi dari pabrik lainnya, terutama pabrik gula BUMN. Praktik ini dilakukan untuk 'mengakali' persyaratan minumum serapan tebu petani agar pabrik mendapat insentif kuota impor raw sugar.

"Ini semua cuma kedok saja agar mereka mendapatkan commissioning import raw sugar. Mereka tahu menanam tebu itu rugi. Harapan mereka adalah mendapatkan jatah impor raw sugar. Pemerintah dikelabui oleh dua perusahaan itu," ujar Edy.

Melihat kondisi di atas, tak berlebihan kata Edy, bila pabrik gula tersebut dicabut izin usahanya karena tak menepati komitmen serta menyalahi izin produksi yang dikantonginya. Berdasarkan Peraturan Menteri Perindustrian (Permenperin) nomor 3 tahun 2021, pabrik gula kristal putih (GKP) berbasis tebu untuk kebutuhan konsumsi tak boleh memproduksi gula kristal rafinasi (GKR) yang diperuntukkan bagi kebutuhan industri.

"Permenperin Nomor 3 tahun 2021 adalah alat tegas penegak hukum untuk menertibkan gula sebagai barang dalam pengawasan. Dan untuk itu kami berharap semua pihak bisa mencermati secara baik dan benar, mana pihak yang mendukung langkah penegakan hukum atas tata niaga dan mana pihak yang justru akan menghancurkan industri gula dalam negeri," tegas Edy.

Permasalahan ini ternyata juga menjadi perhatian pemerintah. Buka halaman selengkapnya untuk dapat informasi lenih lanjut.

Praktik usaha tidak sehat yang dilakukan PT KTM sebenarnya sudah diendus Kementerian Perindustrian. Direktur Industri Makanan, Hasil Laut, dan Perikanan, Supriadi menjelasnkan, PT KTM sebenarnya telah mendapat alokasi raw sugar tahun ini mencapai 80.000 ton. Namun raw sugar itu diberikan bukan untuk memproduksi gula rafinasi melainkan untuk memproduksi gula konsumsi.

Alokasi raw sugar diberikan kepada PT KTM agar pabrik gula tersebut memproleh lebih banyak penghematan anggaran belanja bahan baku. Itu diberikan sebagi insentif investasi dari pemerintah. Harapannya, PT KTM bisa menggunakan uang hasil penghematan tadi untuk memperluas area tanam kebun tebu miliknya.

Namun, hingga kini luas tanam area tebu yang dimilik PT KTM belum memenuhi syarat yang ditetapkan pemerintah. Dari komitmen penyediaan lahan tebu seluas 20.000 ha, hingga kini realisasinya baru mencapai 1.200 ha saja.

Dari hasil investigasi Kemenperin, uang penghematan yang diperoleh PT KTM malah digunakan untuk membeli tebu dari petani yang sudah menjalin kontrak dengan pabrik gula lainnya.

Kondisi ini malah berbahaya bagi industri gula tebu di Jawa Timur. Ia khawatir, perilaku PT KTM bisa memicu persaingan tidak sehat pada industri gula berbasis tebu di Jawa Timur.

"Kan di sana ada pabrik gula tebu lain. Ada PGBUMN dan lain-lain. Dengan dia (PT KTM) membeli tebu seperti itu, dia merusak pasar di sana (Jawa Timur). Industri yang lain. Justru persaingannya, jadi persaingan tidak sehat," tutur dia.

PT KTM, kata dia, 'memborong' tebu dari petani dengan iming-iming harga yang lebih tinggi dari harga yang ditawarkan pabrik gula lainnya. Itu bisa dilakukan PT KTM lantaran pabrik gula itu mengantongi dana lebih dari insentif kuota raw sugar.

Justru, langkah yang dilakukan PT KTM bisa dibilang penyimpangan. Karena, alih-alih menggunakan dana lebih itu untuk memperluas lahan tebu, malah digunakan untuk memborong tebu petani dengan harga yang lebih mahal.

"Dia (KTM) kan bisa membeli tebu lebih mahal karena dia menerima insentif kuota raw sugar tadi. Jadi dia ada kelebihan (penghematan). Harusnya, kelebihan itu dia pakai untuk memperluas lahan perkebunan tebu. Kan memang maksud pabrik baru diberi insentif investasi biar dia bisa membangun perkebunan tebu sendiri yang biayanya mahal," sambung Supriadi.

Menurut Supriadi, Jatim memang butuh rafinasi. Namun tidak boleh dibangun pabrik gula rafinasi. Ia menjelaskan, Jawa Timur merupakan lumbung gula nasional dengan luas areal tanam tebu 210.000 ha, menghasilkan gula rata-rata per tahun 1-1,2 juta ton gula, setara 51% produksi gula konsumsi nasional. Untuk kebutuhan gula konsumsi Jawa Timur 450.000 ton per tahun terjadi surplus sebesar 550.000-650.000 ton per tahun.

"Sekarang gini, kalau KTM dapat (izin gula rafinasi), pabrik gula yang lain tentu minta juga dong. Kalau pabrik gula lain dapat (kuota impor) apa nggak kacau tuh Jawa Timur? Bisa demo besar-besaran petani itu (karena tebunya tak terserap)," tegasnya.


Hide Ads