Sementara itu, Analis Kebijakan Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Nursidik Istiawan dalam sesi paparannya pada webinar 'Optimalisasi Ketercapaian RPJMN 2024 dan Urgensitas Kenaikan Target Penerimaan Cukai Hasil Tembakau' mengatakan bahwa pada struktur tarif CHT telah mengalami penyesuaian dari awalnya 19 layer pada 2009 menjadi 10 layer pada 2019 sampai sekarang.
"Dan itu diusahakan untuk terus mengecil dan makin sedikit penggolongan tarifnya, karena dampak dari rokok sedemikian beratnya maka kita coba menjadikan satu tarif yang bebannya sama, yang kemudian nanti dikembalikan kepada konsumen rokok itu untuk penanggulangan kesehatan, promosi tidak merokok, dan sebagainya," katanya.
Dalam pemaparannya disebutkan bahwa tujuan simplifikasi struktur tarif CHT adalah meningkatkan tingkat kepatuhan atau untuk mencegah tax avoidance dan tax evasion, meminimalisasi peredaran rokok ilegal, menyederhanakan sistem administrasi, optimalisasi penerimaan negara, dan menghilangkan rentang harga atau mendorong kenaikan harga rokok.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Nursidik juga menyebutkan untuk mencapai target RPJMN 2020-2024 yakni menurunkan prevalensi perokok dari 9,1% menjadi 8,7% dilakukan reformasi kebijakan cukai melalui penyederhanaan struktur tarif CHT dan peningkatan tarif CHT secara bertahap. Adapun, arah kebijakan ini telah dituangkan dalam PMK 77/2020 tentang RENSTRA Kemenkeu 2020-2024. Oleh karenananya BKF merekomendasikan dalam kebijakan cukai perlu disusun suatu roadmap yang komprehensif dan melibatkan banyak pihak, sehingga tidak hanya mengatasi permasalahan jangka pendek namun juga menjadi acuan kebijakan jangka panjang.
(fdl/fdl)