Pemerintah Mau Revisi Aturan Tembakau, Apa Dampaknya?

Pemerintah Mau Revisi Aturan Tembakau, Apa Dampaknya?

Tim detikcom - detikFinance
Rabu, 08 Sep 2021 12:50 WIB
TEMANGGUNG, INDONESIA - AUGUST 27: An Indonesian worker checks packed tobacco before delivering to the factory on August 27, 2021 in Temanggung, Indonesia. The tobacco industry in Indonesia has faced severe challenges due to the heavy rains in the dry season, the prolonged COVID-19 pandemic, and the increase of the cigarette tax excise slated for 2022. (Photo by Robertus Pudyanto/Getty Images)
Foto: Getty Images/Robertus Pudyanto
Jakarta -

Pemerintah berencana merevisi Peraturan Pemerintah Nomor 109 Tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau bagi Kesehatan.

Koordinator Komite Nasional Pelestarian Kretek (KNPK) Mohamad Azami mengatakan ada campur tangan lembaga asing pada kebijakan revisi Peraturan Pemerintah Nomor 109 Tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau bagi Kesehatan (PP 109/2012).

"Jadi rencana PP 109 itu punya keterkaitan lembaga asing yang hendak mengintervensi kebijakan kita. Saya juga punya kecurigaan gini, karena lembaga asing yang intervensi IHT ini didominasi oleh industri farmasi dan kesehatan, kita curiganya ada tukar guling dari kebijakan yang disodorkan," ungkap Azami, Rabu (8/9/2021).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Menurut Azami intervensi lembaga asing ini bukan hanya soal kedaulatan negara, tetapi banyak masalah yang ditimbulkan karena kehadiran lembaga asing dalam pembuatan kebijakan. Contohnya yang pernah terjadi pada komoditas kopra yang mati karena klaim dan intervensi asing. Faktanya, saat ini komoditas kopra banyak dicari sebagai komoditas herbal yang bermanfaat bagi kesehatan.

"Kopra itu dulu komoditas yang bagus. Tapi ada intervensi asing yang menyebutkan bahwa komoditas kopra kita punya dampak yang buruk bagi kesehatan. Akhirnya kopra kita mati. Ini jadi pengalaman buruk dari kehadiran lembaga asing," jelas Azami.

ADVERTISEMENT

Azami juga menambahkan campur tangan dari lembaga asing ini dapat merampas komoditas strategis yang ada di negara kita. Padahal Indonesia memiliki kepentingan yang besar di sektor pertembakauan. Industri Hasil Tembakau (IHT) ini menyerap tenaga kerja yang besar serta perputaran ekonomi yang besar pula.

"Negara lain kan gak punya ladang tembakau, cengkeh, mereka gak punya beban kalau ada regulasi yang ketat tentang tembakau. Tapi kalau di kita kan kepentingannya besar. Tenaga kerja di situ besar, perputaran ekonominya besar. jadi sangat dikhawatirkan kalau kita kehilangan industri yang sangat strategis ini," ujarnya.

Selain dorongan organisasi asing, revisi PP 109 juga sudah tidak masuk ke dalam daftar prioritas legislasi yang harus dibahas sejak tahun 2019. Langkah yang mendorong pembahasan revisi di saat ekonomi sedang sulit juga menuai banyak keberatan karena dinila inkonstitunisonal.

Dari sisi penerimaan negara, menurut Azami, IHT ini menjadi industri paling likuid yang memberikan kontribusi. Dari penerimaan cukai, 95% sumbangannya berasal dari Cukai Hasil Tembakau (CHT). Selain itu, IHT menyumbang hampir 11% terhadap Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). "Di masa pandemi ini penerimaan APBN lagi ambruk, tapi IHT masih memberikan kontribusi," kata Azami.

Ia meminta agar pemerintah menjaga Industri Hasil Tembakau dan mata rantainya. "Ke depan kita mau berkirim surat ke presiden. Penolakan PP 109 ini bukan karena KNPK suara dari akar rumput saja, namun dari petani, buruh, pekerja media, industri kreatif. Jadi dampaknya luar biasa, bukan cuman pemangku kepentingan pertembakauan aja, tapi juga masyarakat luas," pungkas Azami.


Hide Ads