Rencana pemerintah mengerek target penerimaan cukai hasil tembakau (CHT) tahun depan sebesar 11,9 persen menjadi senilai Rp 203,9 triliun tidak hanya membuat was-was industri rokok. Para pemangku kebijakan industri hasil produk tembakau lainnya (HPTL) juga ikut khawatir rencana kenaikan CHT bisa jadi turut membebani mereka.
Apalagi saat ini industri HPTL tengah menghadapi beban pelemahan daya beli di tengah pandemi. Ketua Asosiasi Pengusaha Penghantar Nikotin Indonesia (Appnindo) Roy Lefrans sebelumnya mengatakan, pada Semester I-2021 penjualan HPTL sudah anjlok sampai 50 persen. Dan sampai akhir tahun ini, diperkirakan penurunan penjualan tersebut bertambah sekira 30 persen.
"Kondisi saat ini memang penjualan sedang lesu. Toko-toko banyak yang tutup permanen. Produsen juga mengurangi produksi sehingga kemampuan produsen untuk memesan pita cukai akan tetap terbatas. Produksi yang turun, otomatis membuat produsen mengerem pemesanan cukai," ungkapnya, seperti dikutip Minggu (12/9/2021).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Baca juga: 5 Alasan SNI Rokok Elektrik Ditolak Keras |
Oleh karena itu, Roy dan pelaku usaha berharap pemerintah lebih bijaksana dalam menentukan kebijakan terkait cukai. Pilihan mempertahankan beban cukai adalah yang paling tepat untuk kondisi saat ini.
Selain itu, mempertahankan beban cukai HPTL juga dapat berguna untuk membatasi peredaran HPTL ilegal. Mengacu data Bea Cukai Kementerian Keuangan tahun 2018, tercatat ada 218 penindakan terhadap produk HPTL ilegal dengan nilai barang hasil penindakan (BHP) Rp1,59 miliar. Sedangkan pada 2019, penindakan menurun menjadi 104 kasus dengan nilai BHP Rp 522 juta.
Baca juga: Ramai-ramai Tolak SNI Vape, Ada Apa Ya? |
Hal itu sedikit banyak mencerminkan pelaku HPTL cukup patuh membayar cukai. Untuk itu, jangan sampai kenaikan beban cukai malah menimbulkan polemik baru terkati HPTL ilegal.
Sementara itu, Ketua Umum Koalisi Bebas TAR (Kabar) Ariyo Bimmo mengatakan, selain mempertahankan beban cukai untuk HPTL, pemerintah juga diharapkan membuat aturan cukai khusus bagi HPTL.
"Regulasi atau PMK khusus jelas perlu ada, karena produk HPTL memiliki profil risiko yang berbeda. Semangat pengawasan cukai adalah soal profil risiko. Saat risiko suatu produk lebih rendah, penghitungan seharusnya dibedakan dan lebih rendah," kata dia.
Bersambung ke halaman selanjutnya