Jakarta -
Indonesia bersiap meninggalkan kendaraan berbahan bakar fosil mulai 2040. Hal ini dilakukan dalam upaya mencapai target komitmen nol emisi karbon atau net zero emission (NZE) pada 2060.
Secara bertahap, pemerintah bakal melakukan pengurangan-pengurangan penggunaan bahan bakar fosil di berbagai sektor. Salah satunya pada sektor transportasi dengan menyetop penjualan motor berbahan bakar bensin mulai 2040. Di tahun itu juga bauran energi baru terbarukan targetnya sudah menyentuh 71%.
"Di tahun 2040, bauran EBT sudah mencapai 71% dan tidak ada PLT Diesel yang beroperasi, Lampu LED 70%, tidak ada penjualan motor konvensional, dan konsumsi listrik mencapai 2.847 kWh/kapita," kata Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif dalam keterangannya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Berlanjut ke 2050, bauran EBT diharapkan sudah mencapai 87% di 2050 dibarengi dengan penyetopan penjualan mobil konvensional.
Target ini juga dibarengi upaya penggunaan energi ramah lingkungan yang bakal dilakukan bertahap. Termasuk juga di sektor transportasi, sampai 2030 bakal ada belasan juta kendaraan listrik di Indonesia. Target besarnya, Indonesia punya mobil listrik sebanyak 2 jutaan dan motor 13 juta unit.
Bicara kendaraan listrik, sebetulnya sudah sejak lama Indonesia memimpikannya. Dalam catatan detikcom, pengembangan mobil listrik telah berjalan sejak medio 2012. Pemerintah sendiri mulai serius menangani permasalahan kendaraan listrik di tahun 2017. Tepat di tahun 2019 regulasi resminya dibentuk.
Di tahun 2012, Menteri BUMN zaman kepemimpinan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, Dahlan Iskan, jadi pihak paling getol mengembangkan kendaraan listrik.
Sederet mobil listrik berhasil dibesut Dahlan Iskan menggandeng beberapa ahli dan ilmuwan dalam negeri. Dasep Ahmadi, Danet Suryatama, sampai Ricky Elson 'Sang Putra Petir'.
Tak main-main, Dahlan pun berani mengeluarkan uang miliaran rupiah dari koceknya sendiri untuk mendukung proyek mobil listrik.
Misalnya untuk pengembangan mobil sport mirip Lamborghini bernama Selo buatan Ricky Elson, Dahlan mengeluarkan dana Rp 1,5 miliar. Tucuxi karya Danet Suryatama, mobil sport mirip Ferrari, yang menghabiskan dana Rp 3 miliar juga dibiayai oleh Dahlan sendiri.
Lanjut membaca ke halaman berikutnya
Sayangnya, pengembangan mobil listrik yang digagas Dahlan tak mendapat dukungan besar dari instansi-instansi terkait lainnya. Dahlan sendiri sering mengeluhkan hal ini. Misalnya saat sertifikasi untuk mobil listrik Selo dan Gendhis buatan Ricky dan Dasep tak kunjung diterbitkan oleh Kementerian Perhubungan (Kemenhub). Ujungnya, proyek-proyek mobil listrik yang digagas Dahlan dan para ilmuwannya hanya bersisa ceritanya saja.
Yang menghebohkan lagi adalah salah satu proyek pengembangan mobil listrik yang dibesut Dahlan bersama Dasep Ahmadi justru tersandung kasus hukum. Sialnya, Dasep Ahmadi, seorang ahli asal ITB yang dipercaya memimpin proyek mobil listrik itu malah berujung dibui.
Kasus mobil listrik yang menjerat Dahlan dan Dasep berawal dari kesepakatan tiga BUMN untuk membiayai pengadaan 16 mobil listrik senilai kira-kira Rp 32 miliar. Saat itu PT Sarimas Ahmadi Pratama ditunjuk sebagai pihak swasta yang dianggap kompeten untuk mengerjakan pengadaan tersebut.
Tiga BUMN yang dimaksud adalah Bank Rakyat Indonesia (BRI), Perusahaan Gas Negara (PGN), dan PT Pertamina. Belasan mobil listrik tersebut rencananya akan digunakan saat konferensi Kerja Sama Ekonomi Asia-Pasifik (APEC) di Nusa Dua, Bali, Oktober 2013.
Dianggap tak memenuhi kualifikasi untuk digunakan peserta forum APEC, mobil-mobil listrik yang telah diproduksi selanjutnya diserahkan kepada beberapa universitas untuk dijadikan bahan penelitian.
Dasep yang menjabat sebagai Direktur PT Sarimas Ahmadi Pratama kemudian ditetapkan sebagai tersangka atas dugaan merugikan keuangan negara. Alasannya, pengembangan mobil listriknya dianggap gagal memenuhi kualifikasi dan disebut tidak sesuai standar.
Dasep kemudian divonis 7 tahun penjara dan denda Rp 200 juta subsider 3 bulan kurungan pada Maret 2016 oleh Pengadilan Tipikor.
Lanjut membaca ke halaman berikutnya
Ricky Elson, ahli mobil listrik yang dipanggil pulang Dahlan dari Jepang juga ikut ketiban sial. Ricky, anak muda jenius asal Padang yang berhasil mematenkan 14 penemuan di bidang motor listrik di Negeri Sakura, pada 2014 sempat dikabarkan ingin kembali ke Jepang.
Memang dia tidak ikut dibui, namun sederet proyek-proyek pengembangan mobil listrik Ricky tidak ada yang berhasil karena tak mendapatkan dukungan. Alhasil, dirinya mengubur mimpinya dalam-dalam untuk menjadikan karyanya sebagai sebuah mobil nasional.
Memang kabarnya Ricky mau balik lagi ke Jepang, tapi nyatanya dia tak patah arang pada pengembangan mobil listrik 'made in RI'. Sampai saat ini Ricky masih aktif dalam pengembangan mobil listrik lokal. Lewat yayasannya, Lentera Bumi, dia mendampingi pengembangan kendaraan listrik lokal yang dibesut secara independen.
Wacana pengembangan mobil listrik muncul lagi setelah gonjang-ganjing mobil listrik Dahlan. Kali ini Menteri ESDM yang saat itu sedang dijabat Ignasius Jonan mendorong pembuatan regulasi dan pengembangan kendaraan listrik lewat sebuah surat kepada Presiden yang kini dijabat Joko Widodo (Jokowi) pada medio 2017.
Sama seperti Dahlan, Jonan memandang sudah saatnya Indonesia mengembangkan mobil listrik agar tak ketinggalan dari negara-negara lain.
Setelah perjalanan panjang, Peraturan Presiden mengenai kendaraan bermotor listrik akhirnya terbit juga di tahun 2019. Perpres no 55 tahun 2019 diteken Joko Widodo per 8 Agustus, dan diundangkan tanggal 12 Agustus 2019. Di dalamnya diatur segala macam aturan mengenai kendaraan dengan penggerak energi listrik.
Semenjak saat itu pengembangan banyak dilakukan di dalam negeri, mulai dari sisi regulasi, kesiapan infrastruktur, hingga sisi industrinya. Paling anyar beberapa perusahaan besar mulai menyuntik modal untuk pengembangan pada industri baterai hingga kendaraan listrik.
Simak Video "Wujud Mobil Listrik dari Opel: Imut-imut, Harganya Cuma Rp 108 Jutaan"
[Gambas:Video 20detik]