GAPPRI menganggap struktur tarif cukai yang sudah berlaku saat ini, baik pengaturan untuk SKM, SPM, maupun SKT itu adalah yang paling ideal. "Dengan kondisi sekarang ini, 10 layer IHT, khususnya kretek, sudah sangat ideal," katanya.
Henry menambahkan bahwa dari 2010 sebenarnya sudah terjadi simplifikasi dan terlihat sangat jelas kalau industrinya langsung turun secara drastis. "Harapan kami, industri ini tolong jangan diganggu lagi dengan regulasi-regulasi yang semakin memberatkan," ujarnya.
Sementara itu, Anggota Komisi IV DPR RI, Firman Soebagyo, dalam sebuah Konferensi Pers, Survei Rokok Ilegal di Indonesia, Minggu, 24 Oktober 2021, mengecam rencana simplifikasi tersebut. Ia menjabarkan beberapa dampak Simplifikasi, diantaranya Simplifikasi berpotensi menciptakan persaingan tidak sehat.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Penggabungan layer sigaret putih mesin (SPM) dengan sigaret kretek mesin (SKM) pada golongan 2 diperkirakan akan menyebabkan penurunan volume rokok sebesar 2,12%. "Dampak lainnya, Simplifikasi juga berpotensi memunculkan oligopoli bahkan monopoli untuk segmen SPM. Penyederhanaan layer dan penggabungan golongan juga hanya akan menguntungkan pabrikan atau produsen besar," tegasnya.
Perihal Simplifikasi Tarif Cukai Hasil Tembakau juga mendapat sorotan dan kritikan tajam dari Ketua Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI) provinsi Nusa Tenggara Barat, Sahminudin. Ia menilai bahwa selama ini kita telah dibohongi dan dibodohi dengan kata simplifikasi yang dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) artinya adalah penyederhanaan.
(fdl/fdl)