Warga Sumut Borong Emas hingga Motor, Ketiban Cuan Harga Sawit Melonjak

Warga Sumut Borong Emas hingga Motor, Ketiban Cuan Harga Sawit Melonjak

Ahmad Fauzi Manik - detikFinance
Jumat, 05 Nov 2021 10:42 WIB
Fenomena tren penjualan emas tengah meningkat di masa pandemi. PPKM Level 4 di Kota Bekasi membuat warga kini mulai menjual sejumlah barang investasinya.
Ilustrasi Foto: Rifkianto Nugroho
Labuhanbatu -

Melonjaknya harga sawit di tingkat petani menjadi berkah masyarakat Labuhanbatu, Sumatera Utara (Sumut). Ke mana masyarakat belanjakan uangnya setelah ada kenaikan harga sawit selama hampir 1,5 tahun ini? Begini ceritanya.

Hingga pekan pertama November 2021 ini, tandan buah segar (TBS) di tingkat petani Labuhanbatu dihargai antara Rp 2.400-2.700/kg. Sedikit berbeda dengan harga pabrik yang telah mencapai Rp 3.000-an/kg.

"Tertinggi masih Rp 2.700. Harga tergantung lokasi, terutama kondisi jalannya," kata Ketua Asosiasi Petani Swadaya Kelapa Sawit Labuhanbatu, Sahrianto, kepada detikcom, Jumat (5/11/2021).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Sahrianto mengatakan berdasarkan catatannya kenaikan harga TBS secara konstan terjadi sejak Juni 2020. Mulai dari harga Rp 1200-an hingga kini lebih dari dua kali lipatnya..

Kondisi positif ini tentu sangat menguntungkan petani. Karena itu meski harga pupuk juga melonjak signifikan, secara keseluruhan tidak terlalu memberatkan petani.

ADVERTISEMENT

"Harga pupuk juga naik, misalnya urea dari 240 (Rp 240 Ribu/sak isi 50 kg) ke 360. NPK dari Rp 260 ke Rp 400-an. Mop juga gitu hampir Rp 400-an," kata Sahrianto.

Dengan harga yang terus terjaga, masyarakat tentu memiliki cara yang berbeda dalam menyalurkan keuntungannya. Dipakai beli apa saja? Lihat di halaman berikutnya


Dengan harga yang terus terjaga, masyarakat tentu memiliki cara yang berbeda dalam menyalurkan keuntungannya. Mulai dari menyimpan di bank hingga sebagian ada yang menambah jumlah atau luas kebun sawitnya.

Dari hasil pengamatan di lapangan, salah satu cara yang paling diminati masyarakat adalah mengalihkan uangnya ke dalam bentuk perhiasan emas. Minat itu juga didorong oleh harga emas yang sedang mengalami penurunan.

Seorang pedagang emas di Pasar Glugur Rantauprapat, Hari mengatakan penjualannya terus meningkat sejak harga sawit mengalami kenaikan. Kenaikan drastis terjadi baru dalam sebulan terakhir.

"Sejak sawit naik, jumlah penjualan memang terus naik. Tapi nggak terasa, pelan dia naiknya. Baru sebulan terakhir ini lah yang terasa ramai," kata Hari.

Dalam sebulan terakhir, Hari mengaku omsetnya bisa mencapai Rp 30 juta/perhari. Dengan rasio 3:1, di mana 3 merupakan pembeli dan 1 konsumen yang menjual emasnya.

Pedagang lainnya Iqbal, juga menyampaikan hal senada. Dia mengatakan penjualan emas di tokonya mencapai 70 gram perhari, dengan rasio 7:1.

Di sektor otomotif, Sales Marketing PT Indako, (Dealer sepeda motor Honda) Khairil Hasibuan mengatakan kenaikan harga sawit belum mendorong peningkatan jumlah penjualan di tempatnya. Kondisi ini, menurutnya dipengaruhi oleh faktor kenaikan harga sepeda motor.

"Masih tetap, masih 1.000-an perbulan. Mungkin karena harga sepeda motor juga naik bang," katanya.

Bank juga ketiban rejeki dari tingginya harga sawit. Apa yang terjadi? Cek di halaman selanjutnya.


Pimpinan BRI Cabang Rantauprapat, Ucok Rajab Pohan mengakui kenaikan harga sawit telah mendorong peningkatan aktivitas perbankan. Peningkatan tak hanya terjadi di penghimpunan dana pihak ketiga (tabungan dan sejenisnya) namun juga terjadi di produk perbankan lainnya seperti penyaluran pinjaman.

"Justru malah mereka menambah investasinya di sawit. Banyak yang berkeinginan seperti itu (membeli kebun sawit). Dari yang saya rasakan itu, dengan bagusnya harga sawit, mereka sharing dana sendiri, sisa kebutuhannya minjam ke bank," kata Ucok.

Sementara Area Head Manager Bank Mandiri Rantauprapat, Ahmad Jefri Ardianto menyampaikan hal yang sedikit berbeda. Secara umum, Jefri mengakui kenaikan harga sawit ikut mendorong peningkatan ekuitas perbankan di tempatnya.

Meningkatkan jumlah simpanan masyarakat. Termasuk meningkatnya penjualan produk perbankan.

Namun secara spesifik, Jefri mengatakan penyaluran dana pihak ketiga di tempatnya lebih cenderung kepada kepentingan sebagai modal kerja. Bukan digunakan untuk investasi dalam bentuk kebun sawit.

"Secara umum untuk itu kita memang mesti melihat datanya. Secara pribadi menurut saya ini bukan situasi yang tepat untuk membeli kebun sawit, karena harganya naik. Di tempat kami itu tidak terjadi sih sebenarnya," kata Jefri.

Berdasarkan data dari Bidang Perkebunan di Dinas Pertanian Labuhanbatu, perkebunan swadaya kelapa sawit menopang hajat hidup 20% masyarakat Labuhanbatu. Dengan jumlah penduduk sekitar 400 ribu jiwa atau sama dengan 100 ribu-an KK, 22 ribu KK diantaranya merupakan petani swadaya kelapa sawit.

Total luas kebun petani swadaya kelapa sawit di Labuhanbatu pada tahun 2020 tercatat 38,6 ribu hektar. Adapun total produksi CPO sebesar 115 ribu ton.



Simak Video "Waduh, Swiss Bakal Gelar Referendum Tolak Sawit Asal Indonesia"
[Gambas:Video 20detik]

Hide Ads