Perkebunan sawit telah memberikan kontribusi yang cukup besar terhadap volume ekspor komoditi pertanian. Sawit juga sekaligus menjadi penopang perekonomian selama pandemi COVID-19.
Direktur Utama Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) Eddy Abdurachman menyebut rata-rata nilai ekspor produk sawit per tahun bisa mencapai US$ 22 miliar. Nilai ini menurutnya lebih besar ketimbang ekspor non migas kurang lebih 14,2%.
"Jadi cukup besar sumbangan kegiatan ekspor sawit Indonesia untuk untuk perekonomian Indonesia," katanya dikutip dari acara Blu Ways, Senin (8/11/2021).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Oleh karena itu, lanjut Eddy, dalam rangka meningkatkan produktivitas kebun sawit pemerintah melalui BPDPKS terus menggenjot program peremajaan sawit rakyat (PSR).
"Setiap terjadi kegiatan ekspor dipungut, ada pungutan ekspor. Dari dana tersebut kemudian dikelola oleh BPDPKS dan disalurkan kepada program sawit berkelanjutan," terangnya.
Adapun dari dana tersebut sebanyak 10-15 persennya diperuntukkan bagi program PSR. PSR merupakan program untuk membantu pekebun rakyat memperbaharui perkebunan kelapa sawit dengan lebih berkelanjutan dan berkualitas.
Sehingga produktivitas lahan milik pekebun rakyat bisa ditingkatkan tanpa melalui pembukaan lahan baru. Dalam program ini BPDPKS menyalurkan bantuan dana kepada pekebun rakyat peserta PSR sebesar Rp30 juta per ha/kebun.
Diketahui sejak tahun dari 2016 hingga 2020, program PSR atau replanting telah menggelontorkan dana secara nasional mencapai Rp 5,32 triliun dengan total lahan yang diremajakan seluas 200 ribu hektare dari 1.073 rekomendasi teknis yang diterbitkan. Sedangkan di tahun 2021, alokasi dana yang dikucurkan sebesar Rp 5,5 triliun untuk target peremajaan sawit rakyat seluas 180 ribu hektare.
Bangka Belitung pun menjadi salah satu provinsi yang mendapatkan alokasi dana tersebut karena dinilai menyimpan potensi kelapa sawit di samping bijih timah. Potensi tersebut menjadi perhatian pemerintah daerah hingga pemerintah pusat.
Klik halaman selanjutnya >>>