Direktur Utama PT Aneka Tambang Tbk Nico Kanter meminta dukungan dari Komisi VII DPR agar tarif impor untuk lithium bisa murah. Dengan begitu, harga baterai kendaraan listrik yang dihasilkan Indonesia Baterry Corporation (IBC) bisa kompetitif.
"Jadi bapak tadi sampaikan bagaimana bisa dibantu oleh Komisi VII, kebijakan yang akan dibantu adalah bagaimana kita bisa menciptakan supaya kebijakan untuk impor lithium itu tidak diberikan, dikenakan, misalnya tarif yang tinggi," katanya dalam rapat dengar pendapat (RDP) dengan Komisi VII, Senin (19/9/2022).
"Karena semua pada akhirnya harus dilihat secara keseluruhan baterai yang dihasilkan nanti harga kita adalah kompetitif dengan baterai-baterai yang diciptakan atau dihasilkan negara-negara lain," tambahnya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ia pun menjelaskan, secara umum pabrik baterai kendaraan listrik memiliki ketergantungan rantai pasok. Ia pun mencontohkan pada pabrik baterai kendaraan listrik yang ada di Polandia dan Amerika Serikat (AS).
"Nggak pernah ada itu akan ciptakan atau semua dihasilkan negara terkait, termasuk Indonesia," ungkapnya.
Dia mengatakan, mayoritas bahan baku baterai kendaraan listrik yaitu nikel berasal dari Indonesia. Namun, beberapa bahan baku seperti lithium tak ada di Indonesia.
"Makanya ada beberapa tadi produknya walaupun majority nikel base, tapi yang lain-lain mangan, lithium itu nggak ada di Indonesia," jelasnya.
Sementara, Direktur Hubungan Kelembagaan MIND ID Dany Amrul Ichdan mengatakan, 80% bahan baku baterai kendaraan listrik ialah nikel. Di luar nikel yang 80%, bahan baku kendaraan listrik masih impor. Sebutnya, bahan baku itu antara lain lithium hydroxide di mana kebutuhannya 70 ribu ton per tahun.
"Di samping bahan baku nikel yang 80% mendominasi proses produksi juga ada manufacturing yang lain, pabrikasi yang lain. Yang terbesar lithium hydroxide itu kebutuhannya 70 ribu ton per tahun yang selama ini impor dari China, Chile dan Australia. Dan smelting proses pengolahannya juga itu ada di China," terangnya.
Bahan baku lain yakni grafit yang kebutuhannya 44 ribu ton per tahun. Bahan baku itu diimpor dari China, Brasil dan Mozambik. Selanjutnya, mangan sulfat dan kobalt sulfat dengan kebutuhan masing-masing 12 ribu ton.
"Jadi 20% selain nikel itu kita semua masih impor," ujarnya.
(acd/zlf)