Pemerintah Diminta Pertimbangkan Ini Sebelum Naikkan Cukai 2023

Pemerintah Diminta Pertimbangkan Ini Sebelum Naikkan Cukai 2023

Ignacio Geordi Oswaldo - detikFinance
Selasa, 11 Okt 2022 15:39 WIB
Pemilik warung kelontong menata rokok di Jakarta, Selasa (14/12/2021). Cukai hasil tembakau (CHT) atau cukai rokok tahun depan ditetapkan naik oleh pemerintah. Rata-rata kenaikannya sebesar 12%. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menjelaskan kenaikan ini sudah disetujui oleh Presiden dan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian.
Foto: Agung Pambudhy

Direktur Industri Minuman, Hasil Tembakau dan Bahan Penyegar (Mintegar) Kementerian Perindustrian, Edy Sutopo mengusulkan agar tidak ada kenaikan cukai hasil tembakau tahun 2023.

Kalaupun dinaikan, pihaknya mengusulkan angkanya setinggi inflasi. Pasalnya, kenaikan cukai ini tidak bisa diikuti secara otomatis oleh kenaikan harga. Pasti ada leg terus.

"Kalau tidak ada waktu jeda, maka ini akan mengikis margin atau barangkali akan berdampak buruk terhadap kelangsungan IHT," katanya.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Menurut Edy Sutopo, dalam 3 tahun terakhir, CHT terus digeber naik. Tahun 2020 naik sebesar 23%, tahun 2021 naik sebesar 12%, dan tahun 2022 sebesar 12%. Karena itu, berbagai kebijakan terhadap cukai perlu kehati-hatian, salah satu dampaknya akan mendorong meningkatnya rokok ilegal.

"IHT merupakan salah satu bantalan perekonomian nasional, di samping industri kecil menengah dan industri makanan minuman. IHT juga sudah terbukti menghadapi berbagai krisis ekonomi, termasuk di masa pandemi Covid-19 yang belum berlalu ini," terangnya.

ADVERTISEMENT

Edy Sutopo menambahkan, Indonesia saat ini masih membutuhkan sumbangsih IHT. Artinya, diperlukan sikap kehati-hatian dalam pengambilan kebijakan. Kebijakan yang ketat terhadap IHT berpotensi akan mematikan kelangsungan IHT. Di lain pihak, dengan pengetatan kebijakan ini, perokok tidak akan berhenti. Artinya apa? Kalau kita tidak mengisi kebutuhan rokok di dalam negeri, maka akan diisi oleh produk impor dan produk illegal.

"Kebijakan yang seimbang yang memerhatikan segala aspek kebijakan yang berkeadilan terhadap IHT sangat diperlukan. Kami sangat support terhadap penyusuan roadmap IHT yang dikomandoi pak Atong Soekirman (Kemenko Perekonomian). Roadmap ini dapat memberikan payung hukum bagi kepastian usaha ke depan," terangnya.

Anggota Komisi XI DPR RI, Mukhamad Misbakhun mendorong pemerintah perlu segera menambah alternatif barang kena cukai (BKC) sebagai upaya mendorong peningkatan penerimaan negara, mengingat kenaikan tarif cukai rokok telah mencapai titik optimum dalam mendorong penerimaan. Menurutnya, penerimaan cukai di Indonesia selama ini hanya mengandalkan 3 obyek BKC, yakni CHT, MEA, MMEA. Kenapa negara tidak memikirkan hal-hal yang substansial lainnya?

"Kami mendorong multi stakeholders untuk mengonsolidasikan kekuatan bersama untuk kepentingan negara yang sangat fundamental yaitu penerimaan negara yang sangat besar," tegas dia.

Politisi partai Golkar ini mengingatkan para pengambil kebijakan negara jangan sampai terkooptasoi oleh agenda-agenda global yang ingin menginfiltrasi kelangsungan eksosistem tembakau yang punya peran strategis bagi negara, seperti dorongan aksesi Framework Convention on Tobacco Control (FCTC), penyederhanaan (simplifikasi) tarif cukai, dan masih banyak lagi.

"Proses membajak kebijakan negara yang seperti itu harus diluruskan," tegasnya.

Adapun, rektor Universitas Jenderal Achmad Yani (Unjani), Prof. Hikmahanto Juwana mengingatkan ancaman yang akan dihadapi bila pemerintah tidak hati-hati melindungi kelangsungan IHT. Pertama, ancaman yang datangnya dari dalam negeri. Misalnya, maraknya rokok ilegal, penyelundupan rokok, dan lain sebagainya. Kedua, ancaman yang datangnya dari luar negeri.

"Mereka ingin mengambil pangsa pasar yang ada di Indonesia. Di Indonesia pangsa pasar sangat luar biasa dan tentu merupakan sesuatu yang seksi. Hal ini sangat mungkin ada gangguan dari luar negeri. Ini yang perlu kita waspadai," terang Prof. Hikmahanto.

Prof. Hikmahanto yang merupakan Guru Besar Hukum Internasional Universitas Indonesia ini mengingatkan agar pemerintah mampu merumuskan sebuah kebijakan terhadap IHT yang semangatnya kemandirian. Ia bilang, revisi PP No. 109 tahun 2012 yang saat ini masih dibahas kementerian/lembaga terkait, itu menjadi ancaman bagi ekosistem tembakau. Padahal, keberadaan PP 109/2012 ini sudah mengakomodasi banyak perjanjian antar negara yang berkaitan dengan hasil tembakau.

Melalui perjanjian internasional, sambung dia, kemandirian/kedaulatan negara kita bisa dikerdilkan, karena mengikuti apa yang ditentukan oleh perjanjian internasional tersebut.

Prof. Hikmahanto juga menyatakan, Indonesia sudah tepat tidak mengikuti pejanjian internasional FCTC dengan tetap teguh memegang kemandirian.

"Saya tidak ingin Indonesia yang merupakan pangsa pasar besar yang memanfaatkan IHT tergantung ke negara-negara lain dan IHT kita bisa hancur. Maka itu, segala kepentingan mesti dilihat secara bersama, dan mudah-mudahan pemerintah sebagai regulator bisa membuat kebijakan yang adil buat semua," pungkasnya.


(fdl/fdl)

Hide Ads