Khudori menjelaskan, SugarCo hanyalah sekedar konsolidasi perusahaan gula BUMN yang mana sebagian besar pabrik gulanya tua dengan teknologi yang ketinggalan zaman serta tidak efisien.
"Pabrik gula BUMN ini kan warisan zaman belanda, teknologinya ketinggalan zaman, usianya sudah seratus tahun lebih, kuno, pengerjaanya kebanyakan manual sehingga membutuhkan tenaga kerja banyak sehingga tidak optimal," katanya.
Apalagi, dalam SugarCo ini tidak memasukkan PT Rajawali Nusantara (RNI), padahal BUMN ini juga mengelola beberapa pabrik gula di Jawa Barat dan Jawa Tengah.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Ini RNI mau dikemanakan? Kok tidak dilibatkan," ucapnya.
Bermasalah
Ketua Umum Asosiasi Petani Tebu Takyat Indonesia (APTRI) Soemitro Samadikun menilai pembentukan SugarCo juga akan menimbulkan masalah baru terutama bagi para petani.
"Kami tidak tahu tujuan sebenarnya pembentukan SugarCo ini buat apa, toh para petani juga tidak diajak bicara, tidak melibatkan petani. Sementara mereka mengklaim punya lahan perkbunan 158.000 hektare , lahan di mana itu? wong lahan HGU perkebunan tebu semua PTPN itu hanya sekitar 58.000 hektare, sisanya 100.000 itu punya petani, kok diklaim sebagai miliknya. Kalau sudah diawal pakai data salah dan mengklaim lahan petani punya mereka sementara petani tidak diajak bicara, ini bisa menimbulkan masalah baru," ujar Soemitro.
Apalagi kata Soemitro, PTPN III sebagai induk holding perkebunan tebu/gula diminta untuk menambah lahan perkebunan tebu sebanyak 700.000 hektare agar produktivitas gula nasional meningkat.
" Di mana cari lahannya? di Papua ada tapi ada pabrik gula di sana? tidak ada, di Kalimantan? ngak bisa lahannya gambut tebu sulit di tanam di sana. Dan boro-boro nambah lahan 700 ribu, nambah 50.000 saja susah," ungkapnya.
Soemitro mengungkapkan, para petani heran dengan target swasembada gula konsumsi 2025 dan swasembada 2030 pasalnya pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) akan berakhir 2024.
"Kita itu bakal ganti presiden, kok mau ngeluarin Perpres untuk swasembada gula 2025 dan 2030? kalau menduga-duga, di draf perpres itu kan ada ngomongin kuota impor gula, dan kalau kita inget-inget lagi, tarik ke belakang, setiap mau pemilu, impor gula selalu melonjak, 2013 impor kita melonjak tinggi, 2018 apalagi, impor gula kita mencapai 5 juta ton dan itu terbesar dalam sejarah, itu dugaan kita. Makanya kami protes, petani protes, kita kirim surat, mau swasembada gula, 50 persen produksi gula di pasok swasta, sebagian besar kebun tebunya petani, tapi petani tidak diajak bicara," tutupnya.
(dna/dna)