Ekonom: Bisnis AMDK Galon di Indonesia Sangat Tidak Sehat

Ekonom: Bisnis AMDK Galon di Indonesia Sangat Tidak Sehat

Dea Duta Aulia - detikFinance
Senin, 21 Nov 2022 15:40 WIB
Ilustrasi galon air mineral.
Foto: Shutterstock
Jakarta -

Pakar Ekonomi dan Bisnis Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia Tjahjanto Budisatrio menilai bisnis air minuman dalam kemasan (AMDK) di Indonesia tidak sehat. Salah satu penyebabnya karena sistem deposit galon AMDK yang terjadi di masyarakat.

Konsumen yang sudah membeli galon bekas pakai bakal terikat dan bergantung. Serta mereka sulit untuk berpindah ke produsen air minuman lain karena galon yang telah dibeli tidak bisa ditukar dengan merek berbeda.

"Bisnis AMDK galon di Indonesia sangat tidak sehat dan merugikan konsumen. Sistem ketergantungan yang sengaja dibangun untuk mengikat konsumen melalui pembelian galon secara beli putus, justru membuat pengusaha tidak akan rugi," kata Tjahjanto dalam keterangan tertulis, Senin (21/11/2022).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Menurutnya, tambahan keuntungan yang didapatkan produsen AMDK galon juga bisa didapatkan dari sisi lain. Sebagai gambaran jika konsumen membeli galon perdana begitu ditukarkan maka mendapatkan galon bekas yang telah diisi lagi.

"Misalnya, saya beli galon perdana pada 2022 senilai Rp 55 ribu, tapi pada saat menukar lagi malah dapat galon bekas pakai yang diproduksi pada 2004 yang pada tahun itu harga perdananya mungkin hanya berkisar Rp 30 ribu, jadi saya jelas dirugikan. Bisa dibilang, sistem ini merugikan konsumen," ujarnya.

ADVERTISEMENT

Ia menambahkan sistem tersebut membuat persaingan usaha yang ada menjadi kurang sehat. Sebab ketika membeli galon A maka tidak bisa ditukar dengan merek galon B. Bisa dikatakan sistem tersebut membuat terjadinya kontrak jangka panjang yang tidak disadari oleh konsumen saat ini.

"Galon yang kita pegang tadi adalah investasi di awal, karena kita beli tapi tidak bisa ditukar dengan galon lain, padahal airnya yang di dalam galon sama saja. Jadi, otomatis di-lock-in (pelanggan dikunci). Switching cost-nya (biaya ganti galon ke merek lain) jadi mahal. Ada lock-in dan ada switching cost. Inilah yang membuat sebuah barrier," jelasnya.

Produsen yang berhasil melakukan lock-in secara kuantitas maka otomatis menjadi sangat dominan dalam pasar. Ini menunjukkan bahwa di dalam struktur pasar AMDK ada produsen galon polikarbonat bekas pakai yang dominan dan sisanya adalah produsen lain yang mengikutinya.

"Sadar atau tidak sadar, setiap orang yang membeli galon itu awalnya sudah melakukan investasi, dan yang melakukan investasi adalah konsumennya. "Konsumen sudah lock-in, mereka sudah menaruh uang untuk galon tersebut," katanya.

Ia pun menolak klaim produsen AMDK galon bahwa mereka rugi besar pakai milik mereka dipasang label peringatan. Kalaupun ada yang disebut kerugian, itu bukan kerugian perusahaan tapi justru biaya dari dompet konsumen yang sudah deposit sekitar Rp 55.000 di awal pembelian galon bekas pakai.

"Galon kan cukup dilabeli, bukan dihancurkan. Perusahaan masih boleh menjual (galon bekas pakai). Ini sama persis dengan rokok yang boleh dijual, tapi ada labelnya," kata Tjahjanto.

Sementara itu, seorang anggota Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tubagus Haryo mengatakan produsen galon AMDK harus bersikap terbuka kepada publik di Indonesia.

"Konsumen harus mendapat informasi apakah galon yang digunakan isinya, termasuk segel, benar-benar baru dan asli," kata Tubagus.

Menurutnya, sistem deposit galon AMDK juga harus jelas dan tidak boleh merugikan konsumen.

"Jika memang harga pertama pembelian galon AMDK itu semacam deposit, produsen harus mau mengembalikan uang deposit itu jika konsumen mau menjual kembali galon yang sudah dibeli," kata Tubagus.

Produsen pun harus gencar melakukan inspeksi secara berkala pada galon-galon yang ada di distributor hingga pasar sehingga bisa meminimalisir penyimpangan.

"Inspeksi ini bisa ditindaklanjuti dengan melakukan pembaruan galon-galon bekas pakai, jika memang sudah tidak layak pakai," tutupnya.

Halaman 2 dari 2
(akn/hns)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads