Pemangkasan peraturan untuk peremajaan sawit ini juga diharapkan dilakukan oleh Kementerian ATR/BPN dan juga Kementerian KLHK. Menurutnya kedua kementerian tersebut berkomitmen untuk menyederhanakan syarat subsidi untuk peremajaan sawit itu.
"Sudah kita lakukan banyak hal segera kana kita sampaikan melalui surat edaran baik kementerian KLHK maupun kementerian ATR BPN, terkait penyederhanaan aturan yang selama ini cukup menghambat realisasi PSR kita," jelasnya.
Untuk revisi aturan dari Permentan 03 menjadi Permentan 19, Andi menjelaskan, dalam aturan yang baru petani tidak lagi diminta untuk memiliki surat lindung gambut. Kemudian, untuk hak milikan juga hanya diperlukan dengan surat keterangan kepala desa saja.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kedua, pola satu dan pola dua akan menggunakan verifikator, yang membantu petani untuk membuat poligon, yang rumit-rumit itu kita selesaikan, dan Direktorat Perkebunan itu akan mengirim surat ke BPDPKS untuk pengadaan verifikator. Nanti mereka yang menunjuk ke sana, surveyornya siapa, dia yang ngatur," ungkapnya.
"Sebenarnya kita menghilangkan lindung gambut. HGU, sama kawasan hutan, tinggal itu aja. Iya tinggal tiga," tutupnya.
Sebagai informasi, Kementerian Pertanian mengungkap realisasi program peremajaan sawit rakyat (PSR) sangat minim. Selama lima tahun terakhir dari 2017-2922 hanya 278.200 hektare (ha), padahal Direktur Jenderal, Perkebunan Andi Nur Alam Syah mengungkap setidaknya ada 2,8 juta hektare lahan sawit yang potensial untuk diremajakan.
Jika dihitung persentasenya, artinya realisasinya hanya 9,93% saja. Angka itu, dari total sawit 2,8 juta hektare yang potensial di Indonesia untuk diremajakan. Andi mengakui bahwa capaian realisasi program peremajaan ini belum sesuai harapan. Padahal target pemerintah 180.000 hektar per tahun.
Simak Video "Luhut Minta BPKP Audit Perusahaan Sawit: Jangan Mau Diatur-atur!"
[Gambas:Video 20detik]
(ada/ara)