Lembaga Keuangan Setop Kredit Batu Bara, Industri Bisa Tertekan?

Lembaga Keuangan Setop Kredit Batu Bara, Industri Bisa Tertekan?

Sylke Febrina Laucereno - detikFinance
Jumat, 14 Apr 2023 13:42 WIB
Sejak invasi Rusia ke Ukraina, Polandia berhenti impor batu bara dari Rusia. Kini Polandia mengimpor dari negara Australia dan negara-negara lainnya.
Foto: Getty Images/Omar Marques

Andri menambahkan, GEA yang diusung IFC sebagai konsep pendanaan yang diklaim lebih berwawasan lingkungan, seharusnya memberikan kontribusi signifikan dalam transisi energi untuk mengatasi persoalan krisis iklim.

"Jika ingin menyelaraskan seluruh portofolionya dengan Perjanjian Paris, IFC juga harus menghentikan pendanaan energi fosil lainnya, seperti minyak dan gas fosil. GEA seharusnya digunakan hanya untuk mendanai proyek-proyek energi terbarukan," imbuhnya. Sebelumnya, Hana Financial Group telah berjanji untuk bergabung dalam kampanye anti-batu bara.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Kampanye ini demi mendukung target Pemerintah Korea untuk menjadi negara netral karbon pada 2050. Hana Financial Group menyatakan tidak akan lagi mendanai bisnis yang merusak lingkungan atau melanggar hak asasi manusia. Namun, bertolak belakang dari arah kebijakan perusahaan grupnya, Bank Hana Indonesia, justru masih memberikan dukungan pendanaan untuk pembangunan PLTU Jawa 9 dan 10, Suralaya, Banten, Indonesia.

"Komitmen terbaru IFC sudah sepantasnya membuat Hana Bank Indonesia segera menarik pendanaan mereka di salah satu proyek energi kotor batu bara terbesar yang masih tersisa, yaitu proyek PLTU Jawa 9-10," ujar Climate and Energy Manager Greenpeace Indonesia, Didit Haryo Wicaksono. Pembangunan PLTU Jawa 9 & 10 akan memperburuk kualitas lingkungan hidup dan kesehatan masyarakat di sekitar PLTU.

ADVERTISEMENT

PLTU ini juga akan menambah panjang daftar sumber polutan di wilayah Suralaya. Saat ini, di wilayah Suralaya telah terdapat 8 PLTU dengan total kapasitas 4025 MW yang letaknya begitu berdekatan dengan pemukiman masyarakat.

PLTU Jawa 9 & 10 akan menambah daftar PLTU baru yang akan semakin memperburuk kualitas udara baik di wilayah Suralaya, maupun wilayah Banten secara umum dan kawasan sekitar seperti Jabodetabek. Temuan Trend Asia dan Recourse, sebuah lembaga pengawas finansial berkelanjutan, menunjukkan PLTU Jawa 9 & 10 diperkirakan akan melepaskan rata-rata 250 juta ton karbon dioksida selama 25 tahun masa operasinya, setara dengan emisi rata-rata negara Thailand atau Spanyol.

Kualitas udara di Suralaya yang buruk telah menyebabkan tingginya tingkat penderita Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) di Kota Cilegon. Berdasarkan data Dinas Kesehatan Kota Cilegon sejak tahun 2018 sampai dengan Mei 2020 terdapat 118.184 kasus ISPA di kota Cilegon.

Ini membuat pembangunan PLTU Jawa 9 dan 10 menuai kecaman publik dan penolakan warga. Dalam petisi yang dilakukan melalui Change.org, hingga April 2023 tercatat lebih dari 17.120 orang menandatanganinya. "Kesehatan warga kami menjadi taruhan dan ini tidak bisa dibiarkan. Jika Hana Bank Indonesia sesuai dengan reputasinya yang tampil di publik, maka mereka harus segera menghentikan pendanaan PLTU Jawa 9 & 10, " ujar Direktur Pena Masyarakat, Mad Haer Effendi.

Komitmen IFC untuk tidak menyalurkan pendanaan ke lembaga keuangan yang masih membiayai batu bara menunjukkan tren penghentian pembiayaan batu bara global. Jika bank BUMN di Indonesia masih belum memiliki komitmen untuk sepenuhnya berhenti membiayai batu bara, maka artinya IFC tidak dapat lagi menyalurkan pendanaan ke bank-bank BUMN tersebut selama mereka tidak memiliki komitmen untuk berhenti membiayai batu bara.


(kil/dna)

Hide Ads