Direktur Utama Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) Eddy Abdurrachman menuding Uni Eropa menyebarkan kampanye negatif soal sawit Indonesia. Sawit sengaja diberitakan secara negatif sehingga muncul stigma negatif demi persaingan bisnis.
Eddy mengatakan, tingkat produktivitas sawit sangat tinggi sehingga cukup kompetitif dalam perdagangan internasional. Hal ini membuat Eropa dan Amerika Serikat (AS) melihat sawit sebagai tantangan.
"Sehingga saya lebih melihatnya ini adalah kompetisi bisnis, sehingga mereka ambil langkah-langkah, mengambil campaign negatif agar supaya menjatuhkan sawit, meng-exclude sawit dari perdagangan minyak nabati dunia," katanya dalam diskusi kelapa sawit yang diselenggarakan CNBC Indonesia, Senin (26/6/2023).
Ia menjelaskan, beragam isu dituduhkan ke sawit, mulai dari isu kesehatan, pelanggaran HAM, hingga deforestasi atau penggundulan hutan. Hal inilah yang memicu Eropa mengeluarkan Undang-undang (UU) Anti-Deforestasi (EUDR).
"Uni Eropa terapkan UU EUDR, dia mengatur agar supaya produk-produk yang dihasilkan dari deforestasi tidak boleh masuk ke Uni Eropa. Itu isu yang gencar di sana," jelasnya.
Menanggapi ini Indonesia bergerak melalui Dewan Produsen Minyak Sawit Dunia (CPOPC) dan bekerja sama dengan Malaysia. Salah satu langkah yang diambil adalah membuka dialog dengan Eropa agar sawit bisa menembus pasar Eropa.
Sementara itu, Direktur Eksekutif Palm Oil Agribusiness Strategic Policy Institute (PASPI) Tungkot Sipayung menyebut Eropa kalah dalam persaingan harga minyak nabati dengan Indonesia. Sawit yang diproduksi oleh Indonesia jauh lebih murah ketimbang minyak nabati produksi eropa.
"Karena itu Eropa nggak mungkin menang perang harga, maka dipilihlah yang non-price, antara lain adalah dengan kampanye negatif, menjelek-jelekkan pesaing," tuturnya.
Di sisi lain, Eddy Abdurrachman, Ketua Umum Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) menyoroti tudingan deforestasi yang dilakukan pengusaha sawit. Berdasarkan data yang dibawanya, lahan sawit secara global masih lebih sedikit dibanding lahan produsen minyak nabati lainnya.
"Dari data oilworld, bahwa tahun 2022, ini di dunia ya lahan sawit dunia 24,2 juta hektare. Kemudian Rapeseed oil 36,5 juta hektare. Kemudian sunflower 30 juta hektare, cotton seed 33 juta hektare, dan Soybean oil 132,8 juta hektare. Coba kita bandingkan, sawit hanya seperlima dari soybean, apakah itu menyebabkan deforestasi?" tanyanya.
(ara/ara)