RI, Malaysia, Uni Eropa Bikin Satgas Atasi Ganjalan Ekspor Sawit

RI, Malaysia, Uni Eropa Bikin Satgas Atasi Ganjalan Ekspor Sawit

Ignacio Geordi Oswaldo - detikFinance
Senin, 07 Agu 2023 19:45 WIB
Menko Perekonomian, Airlangga Hartarto
Menko Perekonomian Airlangga Hartarto - Foto: Aulia Damayanti
Jakarta -

Indonesia, Malaysia, dan Uni Eropa sepakat bentuk Gugus Tugas Ad Hoc (Ad Hoc Joint Task Force) untuk mengatasi permasalahan penetapan UU Anti Deforestasi Uni Eropa atau European Union Deforestation Regulation (EUDR).

Perlu diketahui dengan penerapan UU Anti Deforestasi Uni Eropa pada Juni 2025 mendatang, produk ekspor asal Indonesia dan Malaysia seperti minyak sawit beserta produk turunannya, arang, kakao, kopi, kedelai, daging sapi, kayu, karet, kertas, dan kulit dapat mengalami kesulitan masuk ke pasar Eropa.

Karenanya gugus tugas gabungan ini dibentuk untuk menjadi wadah negosiasi antara pemerintah RI-Malaysia dengan Uni Eropa guna mengatasi berbagai kendala yang dapat terjadi karena penetapan UU Anti Deforestasi tersebut.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Jadi bagi Indonesia ini (UU Anti Deforestasi Uni Eropa) tentu menjadi fight karena produk kehutanan implementasi regulasinya akan berlaku Juni 2025 sehingga standar sekarang sampai ke situ kita harus melakukan negosiasi," ungkap Menko Perekonomian Airlangga Hartarto dalam konversi pers, Senin (7/8/2023).

Lebih lanjut Airlangga juga mengatakan bila melalui gugus tugas ini pemerintah RI dan Malaysia telah menyampaikan beberapa keluhan terkait penerapan aturan tersebut.

ADVERTISEMENT

"Kemarin kita ada beberapa hal yang jadi perhatian Indonesia, satu country rating, kelihatannya dalam negosiasi itu mereka bisa mengerti dan terima apa yang jadi concern negara-negara Indonesia dan Malaysia ataupun like middle country, negara yang sepaham dengan Indonesia, itu kita sedang finalisasi," ungkapnya.

Tidak berhenti di sana, melalui gugus tugas ini RI bersama Malaysia dan UE dapat menyusun standarisasi bersama terkait tata cara pengolahan produk kehutanan agar sesuai dengan ketentuan setiap negara yang terlibat.

"Kedua mengenai standarisasi, nah mengenai standarisasi kita sudah bicara mengenai Indonesia standard palm oil, Malaysia standard palm oil, atau EU standar palm oil, supaya tidak reiventing the wheel tapi supaya gunakan standar-standar yang ada," jelas Airlangga lagi.

(kil/kil)

Hide Ads