Dua negara ASEAN, yaitu Indonesia dan Filipina menyimpan cadang nikel terbesar dunia, yang dibutuhkan dalam industri kendaraan listrik. Indonesia berada di posisi pertama, sementara Filipina di posisi keenam.
Namun, Deputi Bidang Promosi Penanaman Modal Kementerian Investasi/BKPM Nurul Ichwan mengingatkan waspada manuver negara-negara yang tidak menyimpan nikel, namun punya teknologi mutakhir.
"Tapi yang harus hati-hati adalah movement dari negara-negara yang tidak punya nikel tapi mereka maju yang punya teknologi," katanya di sela-sela acara ASEAN Investment Forum 2023 di Hotel Sultan, Jakarta, Sabtu (2/9/2023).
"Kenapa? Karena tadi saya ambil contoh Uni Eropa, itu terkait policy di baterainya dia nanti akan syaratkan bahwa dalam waktu tertentu, maka dari produksi baterai yang dihasilkan itu harus ada syarat minimum recycle baterainya," lanjutnya.
Baterai kendaraan listrik yang diproduksi di luar Eropa kemungkinan tetap bisa masuk ke kawasannya namun dalam periode waktu tertentu. Eropa lalu memanfaatkan baterai kendaraan listrik bekas untuk didaur ulang.
Dengan begitu, meskipun tidak memiliki cadangan nikel, Eropa tetap bisa memiliki baterai kendaraan listrik sendiri. Menurut Nurul hal ini bisa saja mempengaruhi Indonesia di kemudian hari.
"Jadi saat dia sudah merasa bahan bakunya cukup dia akan produksi baterainya sendiri dengan recycle baterai-baterai bekas yang ada di Eropa. Nah ini kita memang masih punya waktu sampai saat ini. Tapi ketika waktu itu sudah datang, bisa jadi import dari prekusor, ketot, battery pack dari Indonesia itu bisa jadi akan berkurang. Karena mereka me-recycle," bebernya.
Apalagi, kata dia, momentum industri kendaraan listrik kemungkinan berakhir sampai 2040. Setelah itu muncul teknologi baru yang menggantikannya, salah satunya adalah hidrogen.
"Artinya momentum yang kita miliki ini sampai 2030-2040. Dan ketika kita bicara ke sana, kemungkinan desain bukan sekadar berpikir sampe industri baterai saja, tapi juga (manufaktur) kendaraan listriknya harus ada di sana," lanjutnya.
Ia juga mendorong negara kawasan ASEAN untuk menciptakan pasar daur ulang baterai kendaraan listrik atau bahkan industrinya sendiri. Dengan begitu ASEAN akan lebih mandiri dan tidak tergantung dengan kawasan lain.
"Nah ini mau nggak mau, karena kalau hanya bergantung dengan market orang lain, kita akan didikte oleh mereka dan kita tidak punya kemandirian untuk mencoba self sustain dengan market sendiri," pungkasnya.
(ily/hns)