Rahasia Ngeri di Balik Ekspor Senjata Israel, Palestina Jadi Tempat Uji Coba

Rahasia Ngeri di Balik Ekspor Senjata Israel, Palestina Jadi Tempat Uji Coba

Achmad Dwi Afriyadi - detikFinance
Sabtu, 18 Nov 2023 16:00 WIB
Israeli soldiers operate inside a workshop which they claim was used for weapon production and located in the lower floors of a residential building, amid the ongoing ground invasion against Palestinian Islamist group Hamas in the northern Gaza Strip, November 8, 2023. REUTERS/Ronen Zvulun EDITOR’S NOTE: REUTERS PHOTOGRAPHS WERE REVIEWED BY THE IDF AS PART OF THE CONDITIONS OF THE EMBED. NO PHOTOS WERE REMOVED.
Militer Israel Gerebek Bengkel Senjata Diduga Milik Hamas/Foto: REUTERS/RONEN ZVULUN
Jakarta -

Senjata yang dipakai Israel dalam setiap perang mengalami lonjakan permintaan global. Serangan di Gaza saat ini disebut-sebut sebagai 'laboratorium' bagi industri senjata Israel.

Dikutip dari Aljazeera, Sabtu (18/11/2023), tentara Israel merilis rekaman pada 22 Oktober dari unit komando Maglan yang mengerahkan bom mortir 120mm berpemandu presisi baru yang disebut Iron Sting untuk melawan Hamas di Gaza. Produsen bom berbasis di Haifa, Elbit Systems telah mengiklankan senjata tersebut di situsnya sejak Maret 2021 yakni ketika bom itu diintegrasikan ke militer Israel.

Benny Gantz, yang saat itu menjadi Menteri Pertahanan Israel dan sekarang menjadi bagian dari kabinet perang Perdana Menteri Benjamin Netanyahu, menyebutkan, Iron Sting dirancang untuk menyerang sasaran dengan tepat, baik di medan terbuka maupun lingkungan perkotaan, sekaligus mengurangi kemungkinan kerusakan tambahan dan mencegah cedera pada korban yang tidak bertempur.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Hal tersebut juga disampaikan Mark Regev, mantan juru bicara Netanyahu, mengenai pendekatan keseluruhan negara terhadap perang di Gaza. Ia mengklaim, Israel berusaha betindak semanusiawi mungkin.

Namun, lebih dari satu bulan setelah Israel melancarkan pemboman udara ke Gaza telah menewaskan 11.400 warga sipil Palestina, dan melukai 30.000 orang di jalur yang terkepung dan Tepi Barat yang diduduki.

ADVERTISEMENT

Lebih dari 4.700 anak-anak Gaza meninggal. Sementara, Hamas disebut menewaskan 1.200 orang dalam serangan tanggal 7 Oktober. Para analis mengatakan, mesin pembunuh yang digunakan Israel mendapat peminat global.

Dalam laporan Aljazeera itu juga disebutkan, drone Heron TP 'Eitan' yakni kendaraan udara tak berawak (unmanned aerial vehicle/UAV) terbesar Israel mulai digunakan pada 2007. Drone tersebut diproduksi Israel Aerospace Industries (IAI) yakni perusahaan pelat merah Israel. Drone ini dapat terbang hingga 40 jam terus-menerus dan dapat membawa empat rudal Spike.

Eitan pertama kali digunakan selama 'Operation Cast Lead' dalam perang Gaza tahun 2008-2009 untuk menyerang warga sipil. Hal itu menurut organisasi non pemerintah Drone Wars UK.

Sementara, menurut Defense for Children International, dari 353 anak-anak yang terbunuh dan 860 terluka selama Operasi Cast Lead, 116 di antaranya meninggal akibat rudal yang diluncurkan oleh drone.

Setelah perang, IAI menyaksikan lonjakan pesanan drone varian Heron dari setidaknya 10 negara antara 2008-2011. Selama periode ini, lebih dari 100 drone dibeli, disewakan, atau diakuisisi melalui skema usaha patungan.

India merupakan pembeli senjata terbesar mengoperasikan lebih dari 100 UAV buatan Israel. India membeli 34 drone Heron pada periode itu, diikuti oleh Prancis (24), Brasil (14) dan Australia (10) menurut laporan Drone Wars UK tahun 2014.

Para ahli menyebut, hal ini tidak berarti bahwa Israel mengobarkan perang untuk mengiklankan senjatanya. "Tidak ada seorang pun yang berperang hanya untuk memamerkan senjatanya," kata Lawrence Freedman, profesor emeritus studi perang di King's College London.

Namun pada saat yang sama, Antony Loewenstein yang merupakan jurnalis dan penulis The Palestine Laboratory mengatakan, dalam setiap perang senjata-senjata itu dipasarkan ke sejumlah negara.

"Dalam setiap perang melawan Gaza, serangkaian senjata dan teknologi pengawasan telah dikerahkan terhadap warga Palestina yang kemudian dipasarkan dan dijual ke sejumlah besar negara di seluruh dunia," kata Antony Loewenstein.

(acd/ara)

Hide Ads