Petani yang tergabung dalam Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI) dan Asosiasi Petani Cengkeh Indonesia (APCI) menolak Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024 dan Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan (RPMK).
Sebab sejumlah pasal dalam aturan dan rancangan aturan ini diperkirakan dapat mengancam mata pencaharian jutaan petani dan menggerus kontribusi industri tembakau terhadap perekonomian nasional maupun daerah.
Sekjen DPN APTI Kusnasi Mudi menjelaskan saat ini Indonesia memiliki perkebunan tembakau kurang lebih seluas 191,8 ribu hektare. Luas ini tercatat mengalami penurunan sekitar 4,38% atau 8,8 ribu hektare dari 2021 yang sempat mencapai 200,6 ribu hektare.
Dari jumlah itu, ia menyebut Jawa Timur menjadi provinsi dengan perkebunan tembakau terluas se-Indonesia, yakni 90,6 ribu hektare atau setara 47,23% dari total luas perkebunan tembakau nasional.
Berikutnya ada Jawa Tengah yang memiliki perkebunan tembakau seluas 50 ribu hektare. Kemudian diikuti NTB dan Jawa Tengah yang masing-masing memiliki 34,3 ribu hektare dan 8 ribu hektare.
Dengan lahan perkebunan seluas itu, tentu ada jutaan orang terlibat untuk mencari nafkah. Namun dengan adanya RPMK dan PP nomor 28 Tahun 2024, ia mengkhawatirkan munculnya gangguan di sektor hilir industri hasil tembakau (IHT) yang secara tak langsung juga akan mempengaruhi kesejahteraan mereka.
"Hulu ini memang dilihat dari pasal per pasal tidak ada ada aturan khusus yang mengganggu di hulu. Tapi kalau sektor hilirnya terpukul, tentu akan terimbas di sana. Nah kalau daya beli atau konsumsi rokoknya turun, serapan pertanian kita tentu akan turun," kata Kusnasi dalam acara Talkshow Perkebunan Expo 'Bunex' Tembakau & Cengkeh Sebagai Komoditas Strategis Nasional, Kamis (12/9/2024).
"RPMK dan PP 28 Tahun 2024 ini mengabaikan sentralitas dan strategis komoditas tembakau. Ingat, ada 2.5 juta petani tembakau yang akan terdampak langsung dari pasal-pasal pertembakaun di peraturan ini," jelasnya.
Padahal menurutnya hanya tembakau satu-satunya andalan mata pencaharian petani yang masih bisa tumbuh di saat kemarau. Sehingga secara otomatis, aturan yang memberatkan sektor IHT dalam PP ini akan memukul pendapatan para petani.
"Kami, berharap pemerintah dapat menghentikan segala proses aturan turunan PP ini dan meninjau ulang pasal-pasal Pengamanan Zat Adiktif di PP. No 28 Tahun 2024, hingga masukan petani diakomodir," ujarnya.
Respons asosiasi petani cengkeh di halaman berikutnya. Langsung klik
(hns/hns)