Pengusaha baja khawatir seiring meningkatnya produk impor ke pasar domestik karena mengancam keberlangsungan industri baja nasional. Mengingat, industri ini telah menjadi tulang punggung bagi pembangunan infrastruktur nasional.
Ketua Umum Indonesian Society of Steel Construction (ISSC), Budi Harta Winata mengatakan peredaran baja konstruksi impor yang membanjiri pasar domestik tidak hanya yang legal, melainkan juga ilegal. Ia menyebut, produk ini seringkali tidak jelas asal usulnya dan tidak sesuai standar.
"Peningkatan peredaran baja konstruksi impor, baik yang legal maupun yang tidak jelas asal-usul dan standarnya, harus menjadi perhatian serius," ujar Budi dalam keterangan tertulisnya, Jumat (25/7/2025).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Baca juga: RI Ekspor 10.000 Ton Baja Lapis ke AS |
Budi mengungkap, produk baja impor berasal dari Vietnam dan China dan sering dijual dengan harga yang lebih kompetitif. Kondisi ini membuat produsen lokal kesulitan bersaing.
"Serbuan baja impor terutama dari Vietnam dan China tentu semakin menekan produsen baja konstruksi lokal, baik dari sisi harga maupun persaingan teknis di lapangan," sambung Budi.
Menurutnya, kondisi saat ini harus menjadi peringatan keras bagi pemerintah untuk segera mengambil langkah strategis. Ia menilai, industri baja domestik akan senasib dengan tekstil yang goyang akibat gempuran produk impor tanpa kontrol.
Di sisi lain, masuknya baja dalam bentuk struktur utuh seperti prefabricated engineered building (PEB) maupun komponen terpisah sering tidak disertai dokumen legal dan standar mutu. Menurutnya, peredaran baja seperti ini tidak hanya merugikan pelaku usaha lokal, tetapi juga berisiko mengabaikan aspek keselamatan konstruksi.
"Makanya kami di ISSC merasa sangat khawatir. Sekarang ini kita semua lagi krisis pekerjaan. Banyak produk konstruksi baja yang langsung masuk ke dalam negeri," ucap Budi.
Standar Baja
Ilustrasi/Baja Tak Sesuai SNI/Foto: Retno Ayuningrum
|
Kondisi ini ia sebut akibat lemahnya pengawasan di lapangan terhadap dokumen dan spesifikasi teknis dari produk baja yang masuk ke proyek-proyek nasional. Budi mengingatkan bahwa banyak baja impor belum tentu memenuhi ketentuan SNI maupun sistem pembuktian mutu yang ketat.
"Pasalnya tidak semua baja impor memenuhi standar SNI maupun sistem pembuktian mutu yang ketat," ujarnya.
Meski begitu, Budi tak menolak impor selama dilakukan secara transparan, adil, dan mematuhi regulasi yang berlaku. Ia juga menghendaki kompetisi sehat hanya bisa tercipta jika semua produk tunduk pada standar mutu dan legalitas yang sama.
Oleh karena itu, ISSC mendorong pemerintah untuk segera mengevaluasi kebijakan impor baja dan memperkuat sistem sertifikasi mutu serta pengawasan teknis. Langkah ini menurutnya penting untuk memastikan keberlangsungan industri baja sebagai bagian integral dari pembangunan nasional.
"ISSC mendorong pemerintah untuk mengambil langkah konkret, mulai dari evaluasi aturan impor, penguatan sertifikasi mutu baja, hingga pengawasan teknis di lapangan," ungkapnya.
Budi menambahkan keberpihakan terhadap industri dalam negeri harus menjadi bagian dari strategi besar pembangunan, terutama di tengah gencarnya proyek infrastruktur pemerintah. Ia mengingatkan tanpa kebijakan yang melindungi produsen nasional, Indonesia berisiko kehilangan kemampuan industrinya sendiri.
Sebagai asosiasi, ISSC menyatakan kesiapannya untuk mendukung penuh kebijakan pemerintah yang berpihak pada industri baja lokal. Kolaborasi erat antara pemerintah, asosiasi, dan pelaku industri disebutnya krusial untuk membangun tidak hanya infrastruktur fisik, tetapi juga fondasi industri nasional yang kokoh.
"Jangan sampai kita hanya jadi pasar dari produk negara lain, sementara pabrik-pabrik kita gulung tikar," pungkasnya.