Kementerian Perindustrian (Kemenperin) menyambut positif keputusan Menteri Keuangan, Purbaya Yudhi Sadewa yang tidak menaikkan tarif cukai rokok pada tahun 2026. Keputusan ini diambil Purbaya usai bertemu dengan para pelaku industri rokok.
Meski tarif cukai rokok tidak naik, Wakil Menteri Perindustrian (Wamenperin) Faisol Riza tetap berharap kebijakan di Industri Hasil Tembakau (IHT) ke depannya tetap disusun secara komprehensif. Salah satunya menyangkut penindakan terhadap peredaran rokok ilegal yang kian masif.
"Menteri Keuangan dengan cukup menggembirakan menyatakan bahwa cukai tidak akan dinaikkan. Kami mengharapkan kebijakan IHT ke depan dapat dipertimbangkan lebih komprehensif dari aspek kesehatan maupun ekonomi, terutama peredaran rokok ilegal yang semakin masif perlu mendapatkan perhatian dari kita," ujarnya dalam Diskusi Forwin di Hotel Bidakara, Jakarta, Senin (29/9/2025).
Dalam materi paparannya, peredaran rokok ilegal mengalami peningkatan pada tahun 2023 sebesar 6,9% dibandingkan tahun 2022 yang sebesar 5,5%. Pelanggaran tertinggi adalah rokok polos tanpa pita cukai dan jenis sigaret kretek mesin (SKM).
Keberadaan rokok ilegal ini mengganggu kinerja industri hasil tembakau, terutama menurunnya produksi IHT legal. Hal tersebut akan meruhikan produsen rokok legal yang ada di Indonesia.
Saat ini beberapa produsen rokok sudah terkena dampak peredaran rokok ilegal, di antaranya beberapa mesin pelinting yang idle, utilisasi yang menurun, hingga terdapat pengurangan tenaga kerja yang pada akhirnya akan mempengaruhi kesejahteraan pekerja/buruh IHT.
"Saat ini rokok ilegal sangat masif di masyarakat. Hal ini merugikan perusahaan IHT legal yang sudah patuh dengan kebijakan cukai hasil tembakau," sebut Faisol.
Di sisi lain, ia mengingatkan bahwa produk IHT juga memiliki eksternalitas negatif, khususnya terkait risiko kesehatan. Oleh karena itu, kata dia, diperlukan kebijakan fiskal maupun non-fiskal yang tepat dan berimbang.
"Tarif cukai memang harus digunakan sebagai instrumen pengendalian konsumsi, terutama agar tidak mudah diakses anak-anak. Namun, kenaikan tarif yang terus menerus berisiko menekan kinerja industri legal dan mendorong maraknya peredaran rokok ilegal," tegasnya.
Faisol menambahkan, sejak 2020 hingga 2024 tarif cukai naik berturut-turut sebesar 23%, 12,5%, 12%, 10%, dan 10%, serta diikuti kenaikan harga jual eceran. Akibatnya, rokok ilegal kini semakin masif beredar di masyarakat dan merugikan industri yang patuh membayar cukai.
Menurutnya, maraknya peredaran rokok ilegal menunjukkan pentingnya kebijakan yang sinergis. Faisol juga menyoroti salah satu aturan turunan PP 28 Tahun 2024, yaitu Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) yang memuat rencana penyeragaman kemasan rokok tanpa identitas merek.
Kebijakan ini dinilai berpotensi menimbulkan dampak negatif terhadap industri dan kontraproduktif terhadap upaya menekan peredaran rokok ilegal. Dengan ruang gerak industri yang semakin terbatas, Faisol mengingatkan bahwa keberlangsungan IHT berkaitan langsung dengan sekitar enam juta tenaga kerja.
Simak juga Video 'Purbaya Kejar Rokok Ilegal, Bidik Marketplace sampai ke Stoples Warung':
(acd/acd)