Purbaya Bertemu Pengusaha Garmen dan Tekstil, Ini yang Dibahas

Purbaya Bertemu Pengusaha Garmen dan Tekstil, Ini yang Dibahas

Shafira Cendra Arini - detikFinance
Selasa, 04 Nov 2025 15:35 WIB
Ketua Umum AGTI, Anne Patricia Sutanto
Ketua Umum AGTI, Anne Patricia Sutanto (tengah)/Foto: Shafira Cendra Arini/detikcom
Jakarta -

Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa bertemu dengan Asosiasi Garment dan Textile Indonesia (AGTI). Pertemuan itu membahas sejumlah persoalan strategis di sektor industri pakaian dan tekstil.

Ketua Umum AGTI, Anne Patricia Sutanto, mengatakan kunjungannya kali ini juga dalam rangka memperkenalkan asosiasinya yang baru berdiri per 1 Oktober 2025 lalu. Dalam kesempatan itu, ia juga menyerahkan peta jalan atau roadmap pengembangan industri.

"Kita kasih roadmap ke Bapak Menteri dan jajarannya. Kita juga berikan selain roadmap, ada SWOT Analysis, jadi pastinya ada peluang, ada kesempatan, juga ada ancaman maupun kelemahan kita. Memang Pak Purbaya dengan jajarannya langsung mencatat," kata Anne usai pertemuan di Kantor Kementerian Keuangan, Jakarta Pusat, Selasa (4/11/2025).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Anne mengatakan, Kementerian Keuangan merespons positif atas pertemuan tersebut dan akan menindaklanjutinya dalam pertemuan dua minggu mendatang untuk membahas lebih mendalam, khususnya menyangkut peluang di industri pakaian dan tekstil.

"Peluang ini mesti kita capture, karena kami meyakini dengan adanya EU-Indonesia dan Indonesia-Canada Free Trade Agreement yang nantinya akan efektif pada akhir tahun 2026 atau awal 2027, bisa menambah kesempatan dan lapangan kerja. Jangan sampai potensi yang seharusnya bisa kita dapatkan tidak dinikmati oleh Indonesia," ujarnya.

ADVERTISEMENT

Selain itu, kedua pihak juga membahas implementasi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2025 tentang Penyelenggaraan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko, yang telah diundangkan pada Juni 2025 lalu.

Pihaknya tengah meninjau efektivitas regulasi tersebut di lapangan terhadap para pelaku usaha, termasuk terkait perizinan lingkungan hidup seperti Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL).

"Kalau pabrik itu mau menambah kapasitas ataupun pabrik baru dibentuk, kan perlu perizinan untuk kepatuhannya. Juga perlu izin lingkungan hidup karena kita kan ada tekstilnya, ada garmennya, ada spinning. Jadi, kita ingin pemerintah mengetahui bahwa di level tertentu mungkin ada backlog yang bisa di-unlock oleh pemerintah pusat. Dalam hal ini ada hal-hal tertentu yang mungkin memang ranahnya Kemenkeu atau Pak Purbaya bisa menyampaikannya lewat ratas dengan Kemenko Perekonomian dan industri," ujar dia.

Dukung Penertiban Impor Ilegal

Di samping itu, AGTI juga mendukung penertiban impor pakaian bekas ilegal. Menurutnya, kebijakan yang dijalankan oleh Ditjen Bea dan Cukai itu sudah tepat.

Anne mengatakan, pihaknya juga berharap agar pemerintah melakukan pengetatan pengawasan di level importir langsung. Dalam hal ini, apabila ada produk pakaian jadi yang sudah terlanjur masuk ke kepabeanan, jangan sampai masuk ke pasar lokal.

"Kalau pun nanti ada barang yang sudah terlanjur di kepabeanan dan perlu diproses lebih lanjut, itu jangan masuk ke pasar lokal. Karena menurut kami ini kan sudah ada Permendag bahwa hal ini dilarang. Jadi, ketegasan di lapangan oleh Bea Cukai juga diperlukan. Cuma kan selalu dikatakan bahwa sayang bajunya dibakar atau dimusnahkan," kata dia.

Atas kondisi tersebut, AGTI menyampaikan solusi pengelolaan barang-barang tersebut dengan melakukan pencacahan menjadi bahan daur ulang untuk yang berbahan poliester hingga katun.

Anne juga menegaskan, pihaknya tidak menentang aktivitas impor. AGTI hanya berharap agar aktivitas impor bisa dilaksanakan dengan tertib dan industri dalam negeri tetap terjaga.

Selain itu, ia juga menyinggung soal efisiensi biaya produksi dan daya saing global industri dalam negeri. Anne berharap pemerintah dapat memberikan dukungan penuh, khususnya dalam hal perizinan bertumpuk yang kerap membebani pelaku usaha.

Dengan penyederhanaan perizinan, termasuk di level pemerintah daerah, diharapkan dapat mendorong geliat industri hingga akhirnya berdampak pada pembukaan lapangan pekerjaan.

Halaman 3 dari 2
(shc/ara)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads