Proyek ini oleh PT Kereta Cepat Indonesia Cina (KCIC) yang merupakan konsorsium BUMN Indonesia dan Konsorsium China Railways dengan skema business to business.
KCIC sebagai badan usaha perkeretaapian yang menjadi pengusaha proyek ini 60% sahamnya dimiliki oleh PT Pilar Sinergi BUMN Indonesia (PSBI) dan 40% sisanya dikuasai China Railway International (CRI). PSBI merupakan konsorsium 4 BUMN yakni PT Kereta Api Indonesia, PT Wijaya Karya Tbk, PT Jasa Marga Tbk, dan PT Perkebunan Nusantara (PTPN) VIII.
Pada 21 Januari 2016 proyek ini resmi dimulai dengan dilakukannya groundbreaking oleh Jokowi di Perkebunan Mandalawangi Maswati, Cikalong Wetan, Bandung Barat, Jawa Barat. Dengan berbahasa Sunda, Jokowi meresmikan pembangunan proyek ini.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Nilai proyek tersebut juga membengkak yang saat ini menjadi US$ 6,071 miliar atau sekitar Rp 81,96 triliun (kurs US$ 1 = Rp 13.500). Sebelumnya, nilai proyek ini dihitung sebesar US$ 5,988 miliar.
Meski begitu, proyek ini sejatinya sudah dimulai, namun progresnya lambat. Hingga awal Juli tahun ini progres kontsruksi hanya 5% dan pembebasan lahan hampir 70%.
Proyek ini sebenarnya ditargetkan selesai pada 2021 mendatang. Direktur Utama PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC) Chandra Dwiputra tetap yakin proyek ini bisa selesai sesuai target.
Pada April 2018 China Development Bank (CDB) telah mencairkan pinjaman perdana sebesar US$ 170 juta. Kemudian aawal September 2018 CDB kembali mencairkan pinjaman termin II sebesar US$ 274,8 juta atau setara Rp 3,847 triliun.
Dari total pencairan tahap kedua tersebut, 60% di antaranya atau sebesar US$ 165,2 juta, dialokasikan sebagai pelunasan uang muka kepada EPC Kontraktor dalam hal ini HSRCC.
(das/ang)