Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan, upaya itu dilakukan untuk mengurangi rasio penarikan utang baru oleh pemerintah. Salah satu terobosan yang sudah dilakukan adalah Pembiayaan Investasi Non Anggaran Pemerintah (PINA) oleh Kementerian PPN/Bappenas.
"Apakah itu pure APBN, apakah APB dengan APBD, DAK fisik, kita juga menggunakan dengan KPBU, bahkan Bappenas punya PINA. Itu semua adalah mekanisme seperti yang dikatakan kalau menggunakan ekuitas maka itu tidak melakukan melalui utang," kata Sri Mulyani kemarin.
Terpisah, Menteri PPN/Kepala Bappenas Bambang Brodjonegoro menjelaskan skema pembiayaan PINA didesain untuk mengisi kekurangan pendanaan proyek-proyek infrastruktur prioritas yang membutuhkan modal besar, namun tetap dinilai baik secara komersial.
Untuk dapat menjalankan proyek-proyek ini, BUMN dan swasta pengembang infrastruktur harus memiliki kecukupan modal minimum. Selama ini permodalan BUMN ditopang dan sangat tergantung kepada anggaran pemerintah melalui Penanaman Modal Negara (PMN).
Menurut catatan Bappenas, hingga Desember 2017 jumlah proyek dalam pipeline PINA mencapai 34 proyek infrastruktur yang terdiversifikasi dalam empat sektor meliputi jalan tol, penerbangan, pembangkit dan transmisi listrik dan pariwisata dengan total nilai proyek sebesar Rp 348,2 triliun atau US$ 25,79 miliar.
Menurut Bambang pencapaian skema pembiayaan PINA dalam pipeline proyek infrastruktur tersebar di seluruh Indonesia yang meliputi:
1) Waskita Toll Road-Jalan tol Trans Jawa dan Non-Trans Jawa (18 proyek dengan total nilai proyek Rp 135 triliun/US$ 10 miliar).
2) PT PJB-Pembangkit Listrik (2 proyek dengan total nilai proyek Rp 14,5 triliun/US$ 1,07 miliar).
3) PT Indonesia Power-Pembangkit Listrik (6 proyek dengan total nilai proyek Rp 78,3 triliun/US$).
4) PT PLN-Transmisi Listrik (Total nilai proyek Rp 27,5 trilun/US$ 2,040 miliar).
5) BIJB (Pengembangan Fase 2 dan Aerocity (2 proyek dengan total nilai proyek Rp 30 triliun/US$ 2,2 miliar
6) Bandara Kulon Progo DIY-PT Angkasa Pura 1 dan PT PP (Rp 6,7 triliun/US$ 495 juta).
7) Pesawat R-80- PT RAI (Rp 21,6 triliun/US$ 1,6 miliar).
8) Pengembangan Area Terintegrasi Pulau Flores-Flores Prosperindo, Ltd. (Rp 13,5 triliun/US$ 1 miliar).
Bambang menjelaskan pembiayaan infrastruktur dengan skema PINA sangat urgent dalam rangka mengoptimalkan peran BUMN dan swasta dalam pembiayaan pembangunan.
"BUMN dan swasta dapat berperan dalam pemenuhan 58,7 persen atau sebesar Rp 2.817 triliun pada RPJMN 2015-2019," tutur Bambang.
Tonton juga 'Indonesia Kantongi Investasi Rp 202,5 T untuk Infrastruktur':
(zlf/zlf)