"Banyak infrastruktur yang dikerjakan dengan grusa-grusu tanpa feasibility study yang benar dan ini menyebabkan banyak proyek infrastruktur yang tidak efisien dan rugi. Infrastruktur nggak bisa hanya jadi monumen. Sebagai contoh LRT palembang, Bandara Kertajati," katanya dalam debat capres yang berlangsung Minggu malam (17/2) kemarin.
Hal ini lantas dibantah oleh Jokowi. Dia bilang proyek-proyek tersebut sudah menyita waktu perencanaan yang lama dan mengikuti ketentuan yang berlaku.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Mengenai tudingan proyek yang tidak efisien dan merugi, Jokowi bilang semua butuh waktu. Hal ini disebut juga terjadi di negara lainnya karena dibutuhkannya perubahan budaya untuk masyarakat.
"Semua butuh waktu. Memindahkan budaya yang saya pelajari di negara lain bisa sampai 10 tahun. Artinya kalau belum ramai, memang baru 4-6 bulan. Kertajati, tinggal jalan tol sambung Kertajati-Bandung. Begitu ini nyambung, airport Bandung semua dipindahkan ke Kertajati, semuanya akan ramai, Pak Prabowo," tambah Jokowi.
Lantas, benarkah kedua proyek tersebut dikerjakan tanpa studi kelayakan yang terencana dengan baik dan tidak efisien?
1. LRT Palembang
Berdasarkan catatan detikFinance, LRT Palembang merupakan proyek yang diinisiasi oleh pemerintah daerah Sumatera Selatan. Jokowi pernah mengatakan bahwa proyek ini diusulkan oleh Gubernur Sumsel kala itu Alex Noerdin.
"September 2015. Gubernur (Alex Noerdin) sampaikan ke saya bahwa di Palembang sudah sebagian ruas jalan macet. Jadi ada usulan dari airport ke kota ada transportasi massal," kata Jokowi pada 2016 lalu.
LRT Palembang sendiri merupakan proyek yang dilaksanakan menggunakan skema penugasan BUMN melalui Peraturan Presiden No. 116 Tahun 2015 tentang Percepatan Penyelenggaraan Kereta Api Ringan di Provinsi Sumatera Selatan pada Oktober 2015. Di dalamnya diatur mengenai penugasan kepada PT Waskita Karya untuk membangun prasarana dan PT Kereta Api Indonesia untuk menyelenggarakan sarana kereta api.
Pelaksanaan proyek ini dilakukan lewat serangkaian fasilitas rapat koordinasi dan pemantauan secara aktif oleh komite pendanaan proyek infrastruktur prioritas (KPPIP). Proyek yang ditanggungjawabi Kementerian Perhubungan ini mulai dibangun pada 2015 dan beroperasi saat Asian Games pada Agustus 2018 lalu.
Dalam penelusuran detikFinance, proyek ini juga sempat dikaji oleh konsultan GHK Consulting Ltd bekerja sama dengan Halcrow dan PT Lenggogen. Kajian dilakukan antara Agustus 2010 hingga Februari 2011.
Tujuan utama studi tersebut adalah untuk menjembatani kesenjangan antara kota rencana transportasi dan investasi dalam proyek infrastruktur transportasi. Studi ini sebagai landasan informasi bagi investor untuk membuat keputusan investasi yang efektif.
"Mengingat kurangnya investasi dalam infrastruktur transportasi umum yang berlaku di Palembang, direkomendasikan diambil langkah untuk memajukan proyek-proyek ini sebagai masalah yang mendesak. Ini memerlukan identifikasi sumber pendanaan, studi kelayakan lebih lanjut, persiapan dan implementasi rencana pembukaan lahan, dan proyek pelaksanaan," bunyi hasil studi tersebut.
Sejak diluncurkan Juli 2018 hingga awal Februari 2019, Light Rail Transit Sumatera Selatan (LRT Palembang) tercatat sudah melayani 1.088.558 penumpang. Volume penumpang LRT Sumsel di Stasiun Bandara Sultan Mahmud Badaruddin II adalah yang tertinggi mencapai 264.967 penumpang.
Jumlah penumpang LRT Palembang pada saat hari kerja berada di angka 3.000-4.000 penumpang, sedangkan di akhir pekan jumlah penumpang berjumlah 6.000-8.000 orang. Angka ini terhitung jauh dari target yang ditetapkan sebesar 30.000 orang/hari.
Salah satu faktor sedikitnya penumpang LRT Palembang diduga lantaran akses pengumpan menuju halte terdekat LRT masih minim. Selain itu, trotoar yang sesuai standar juga belum seluruhnya dibangun untuk memudahkan pejalan kaki menuju halte.
Pendapatan rerata LRT Palembang per bulannya juga hanya Rp 1,1 miliar. Padahal biaya operasional LRT setiap bulannya mencapai Rp 10 miliar.
Moda transportasi yang menelan biaya investasi Rp 10,9 triliun ini juga masih harus disubsidi sebesar Rp 123 miliar tiap tahunnya.
2. Bandara Kertajati
Bandara Kertajati juga mengalami nasib yang sama. Akses menuju bandara yang sulit diduga membuat Bandara ini masih sepi meski sudah diresmikan sejak Mei 2018.
Saat ini akses lokasi Bandara Kertajati terbatas, belum langsung terhubung tol seperti Bandara Soekarno-Hatta sehingga harus ditempuh melalui jalan biasa.
Ditambah, belum ada angkutan umum yang melayani dari dan menuju bandara. Padahal itu dibutuhkan bagi masyarakat, khususnya yang tidak memiliki kendaraan pribadi.
Saat ini baru ada 14 penerbangan per hari dari bandara tersebut. Beberapa maskapai yang melayani penerbangan melalui bandara tersebut, yaitu Citilink, Lion Air, Wings Air, Transnusa dan Garuda.
Saksikan juga video 'LRT Palembang Masih Sepi Peminat':
(eds/zul)