Kepala Balai Teknik Jakarta Banten Direktorat Jenderal Perkeretaapian Kementerian Perhubungan (Kemenhub) Jumardi mengatakan bahwa jalur Jatinegara-Cakung ini menjadi tahap pertama pengoperasian DDT. Masih ada segmen Manggarai-Jatinegara dan Cakung-Bekasi.
"Ini kalau boleh saya katakan sebetulnya masih dalam tahap pertama. Jadi targetnya Manggarai-Bekasi, segmen satu Jatinegara-Cakung, terus Manggarai-Jatinegara, lalu Cakung- Bekasi," ungkap Jumardi di Stasiun Jatinegara, Jakarta Timur, Jumat (12/4/2019).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dia menjabarkan bahwa segmen Jatinegara-Cakung dan Manggarai-Jatinegara konstruksinya telah dilakukan sejak 2015. Lalu, segmen terakhir ke arah Bekasi digarap mulai Juni ini.
"Jadi kita mulai Juni konstruksinya (Cakung-Bekasi) kita harapkan selesai 2021. Manggarai-Jatinegara itu dari 2015 kaya yang ini (Jatinegara-Cakung) juga sebetulnya sama schedule-nya 2021 selesai, sentral Manggarai itu, termasuk Stasiun Matraman," ungkap Jumardi.
Jumardi pun mengungkapkan bahwa pihaknya pun ingin meneruskan jalur DDT ini hingga mencapai Cikarang. Namun, hal tersebut masih hanya rencana belaka, Jumardi mengatakan pihaknya sedang fokus menyelesaikan DDT sepanjang Manggarai-Bekasi.
"Kita rencana itu DDT sampai Cikarang tapi itu belum mulai, selesai Manggarai-Bekasi kita lihat dan evaluasi apakah terjadi bottleneck lagi. Kalau di negara lain yang sudah maju tidak bicara bottleneck tapi memang dari dulu direncanakan urban rell itu dipisah dengan inter city (jalur dalam kota)," kata Jumardi.
Meskipun senang dengan keberhasilan membangun DDT, Jumardi memiliki satu keresahan, yaitu keterlambatan pembangunan jalur rel ini. Memang DDT sendiri telah dicanangkan sejak tahun 2002, namun realisasinya baru dimulai 2015.
"Sebetulnya, kita terlambat membangun jadi sudah mahal apa-apanya kalau dulu 2002 dibangun tidak semahal itu," ungkap Jumardi.
Jumardi bercerita awalnya proyek ini mau dibantu dengan pendanaan Jepang namun syaratnya harus menyelesaikan 100% pembebasan lahan. Sedangkan, pembebasan lahan yang dilakukan di Indonesia lambat.
Mengingat ketertinggalan teknologi perkeretaapian ini, akhirnya pihak Jumardi mencari cara lain sebagai pendanaan. Salah satunya adalah pembiayaan sukuk syariah.
"Pendanaan komitmen Jepang bantuannya persyaratan pembebasan lahan harus 100% dan sampai saat ini kita belum mencapai 100%. Artinya loan itu tidak bisa digunakan sehingga kita cari alternatif pendanaan yang lebih mudah dan fleksibel," ungkap Jumardi.
"Kalau tidak salah kita dari Kementerian Perhubungan (Kemenhub) memutuskan untuk menggunakan dana rupiah yang berasal dari syariah sukuk, jadi yang digunakan DDT dari pembiayaan berbasis syariah," tambahnya.
Bahkan hingga kini pun pembebasan lahan untuk jalur DDT pun masih belum selesai. Di Kranji masih berkutat dengan warga dan pengadilan dalam membebaskan lahan, hal itu pula yang membuat pembangunan DDT ke Bekasi terhambat hingga Juni nanti.
"Mungkin panjangnya sekitar 200 m itu di Kranji, sebetulnya bukan untuk jalur rel, untuk jalur sebetulnya bisa saja lahannya cukup untuk dikonstruksi, cuma jalan akses warga yang hilang jadi kita harus ganti akses warga itu," kisah Jumardi.
"Jadi di Kranji masih ada beberapa warga yang tidak mau, kami sudah titip ke pengadilan. Kalau sesuai dengan putusan dalam waktu dekat kalau mereka masih menolak ganti rugi akan kita eksekusi lahannya," tambahnya. (ara/ara)