Nantinya, O-Bahn akan dioperasikan dengan jalur khusus layaknya light rail transit. Maka dari itu, modal pengadaan O-Bahn sendiri akan lebih mahal.
"Secara umum berdasarkan referensi bahwa pembangunan O-Bahn 20% lebih mahal dari busway. Tapi kalau kita lihat dari produktivitas, memang untuk O-Bahn itu lebih mahal 0,14 dolar Australia dibandingkan terhadap passenger per kilometernya," kata Zulfikri dalam diskusi transportasi Kemenhub, di Jakarta, Minggu (23/6/2019).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Perbandingan tersebut berkaca pada referensi yang diambil Kemenhub dari Australia yang sudah mengoperasikan layanan transportasi OO-Bahn ini.
Meski begitu, Zulfikri mengatakan bahwa produktivitas o-Bahn akan jauh lebih baik dibandingkan dengan busway. Karena, biaya operasinya akan lebih murah. Kemudian, jarak tempuh lebih cepat dengan kapasitas penumpang yang sama seperti busway, yakni 300 orang. Lalu, apabila dibandingkan dengan kereta, modal o-Bahn 30% lebih murah.
"O-Bahn kalau secara total di bandingkan penumpang dan jarak BRT dia lebih efisien kalau dibandingkan dengan brt (busway), kalau dengan kereta modalnya lebih rendah," papar dia.
Namun, sejauh ini pemerintah sendiri masih melakukan kajian. Rencananya, Kemenhub akan mengajukan rencana untuk melakukan studi ke negara-negara lain yang sudah menerapkan transportasi ini seperti Australia, China, dan Jepang.
"Kita akan ajukan ke Menhub untuk lakukan benchmark ke negara lain," tutur Dirjen Perhubungan Darat Budi Setiyadi yang juga turut hadir dalam diskusi tersebut.
(zlf/zlf)